Ahad 30 Dec 2018 20:20 WIB

Kekacauan Warnai Pemilu Demokratis Pertama Kongo

Pemilihan dibayangi oleh penyebaran virus ebola.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Republik Demokrat Kongo
Foto: peacecorps.gov
Republik Demokrat Kongo

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Puluhan tempat pemungutan suara (TPS) masih tutup beberapa jam setelah pemilihan presiden Kongo dimulai di ibu kota Kinshasa, Kongo, pada Ahad (30/12). Di depan TPS, para calon pemilih harus menunggu lama dan beberapa ada yang berteriak "Kami ingin memilih!"

Ketua komisi pemilihan Kongo, Corneille Nangaa, mengatakan 49 TPS di Kinshasa masih menunggu daftar pemilih. "Kami telah mencetak daftar pemilih untuk 29 TPS dan sisanya sedang dicetak sekarang," kata Nangaa sambil bergegas mendatangi beberapa TPS.

Ratusan orang terlihat menunggu di TPS Saint Raphael di Limete, Kinshasa. "Kami menunggu untuk mengetahui siapa yang seharusnya memilih di mana," kata panitia pemungutan suara, Christian Mwangalay.

Ada sekitar 6.000 calon pemilih yang diperkirakan akan ikut berartisipasi di Limete. Lusinan remaja putra bahkan mempraktikkan cara pemungutan suara dengan memasukkan kertas ke dalam keranjang.

Pemilu ini adalah kesempatan pertama Kongo untuk melangsungkan transfer kekuasaan yang damai dan demokratis sejak kemerdekaan pada 1960. Pemilu diselenggarakan setelah Presiden Joseph Kabila mundur.

Pemilihan kali ini mempertaruhkan sebuah negara yang kaya akan mineral, tetapi masih sangat tertinggal. Korupsi semakin meluas dan rakyatnya tinggal jauh dari rasa aman.

Kerusuhan terjadi di menit-menit terakhir pemilu setelah sekitar 1 juta orang yang terinfeksi virus ebola dinyatakan tidak boleh ikut memilih. Keputusan itu telah banyak dikritik karena mengancam kredibilitas pemilu.

Jacob Salamu (24 tahun) mengaku ia harus mencuci tangan sebelum memberikan suara sebagai tindakan perlindungan terhadap Ebola, yang disebarkan melalui cairan tubuh orang yang terinfeksi. “Kami tidak ada Ebola. (presiden) Kabila lebih buruk dari Ebola,” kata Salamu.

Di Beni, pemungutan suara harus ditunda hingga Maret. Sedangkan presiden baru Kongo dijadwalkan akan dilantik pada Januari. Beberapa pengunjuk rasa di Beni telah menyerang fasilitas Ebola.

Dua kandidat oposisi utama, Martin Fayulu dan Felix Tshisekedi, menantang kandidat pilihan Kabila, mantan menteri dalam negeri Emmanuel Ramazani Shadary, yang mendapat sanksi dari Uni Eropa. Kabila dan Shadary memilih bersama di TPS Gombe Institute.

"Pesan saya hari ini untuk rekan saya adalah datang dan pilih kandidat, dan berani hadapi hujan," kata Kabila. Sementara Shadary menyerukan perdamaian dan ketenangan. "Saya sangat percaya diri untuk bisa meraih kemenangan," ungkapnya.

Fayulu ikut memberikan suara di TPS yang sama. "Hari ini, kami melihat akhir Kabila, akhir kesengsaraan bagi rakyat Kongo. Kongo akan berhenti menjadi bahan tertawaan dunia," kata dia saat memberikan suara.

Meskipun panitia pemilu memperkirakan satu orang dapat memberikan suara dalam waktu satu menit, prosesnya ternyata memakan waktu beberapa menit per orang.

Sebanyak 40 juta pemilih terdaftar di Kongo menggunakan mesin pemilihan elektronik dengan layar sentuh untuk pertama kalinya. Oposisi telah menyuarakan kekhawatiran bahwa hasilnya dapat dimanipulasi. Seorang petugas pemungutan suara di Kinshasa bahkan khawatir mesin pemungutan suara akan kehabisan daya baterai.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement