Senin 31 Dec 2018 18:30 WIB

Sheikh Hasina, Pemimpin Otoriter yang Banyak Dipuji

Sejak Hasina berkuasa pada 2008, pendapatan per kapita Bangladesh naik 3 kali lipat

Rep: Fira Nursyabani/ Red: Nidia Zuraya
Shiekh Hasina Wajid
Shiekh Hasina Wajid

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA - Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina akan menjalani masa jabatan ketiganya berturut-turut setelah memenangkan pemilihan umum pada Ahad (30/12). Partai Awami League (AL) yang mengusung Hasina berhasil meraih suara mayoritas absolut di parlemen, yang disebut Jatiya Sangsad. Lima puluh kursi disediakan untuk perempuan.

Partai tersebut telah berkuasa sejak 2008. AL mendorong narasi pembangunan di belakang pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam 10 tahun terakhir.

Negara berpenduduk 160 juta jiwa ini telah mencapai swasembada dalam produksi pangan dan meningkatkan harapan hidup rata-rata ke tingkat yang lebih tinggi dari negara tetangganya, India.

Sejak Hasina (71 tahun) mengambil alih kekuasaan pada 2008, pendapatan per kapita Bangladesh telah meningkat tiga kali lipat. Produk domestik bruto (PDB) negara itu mencapai 250 miliar dolar AS pada 2017, menurut IMF, dan mencatat tingkat pertumbuhan sebesar 7,28 persen tahun lalu.

Manifesto AL telah berjanji untuk menjadikan Bangladesh, salah satu negara dengan populasi paling padat di dunia, sebagai negara berpenghasilan menengah pada 2021. AL ingin Bangladesh menaikkan tiga kali lipat pendapatan per kapitanya saat ini sebesar 1.750 dolar AS pada dekade berikutnya.

Industri garmen telah menjadi salah satu pilar utama perekonomian Bangladesh, yang menyediakan lapangan kerja bagi 4,5 juta orang. Industri itu berkontribusi pada 14 persen dari PDB dan hampir 80 persen dari ekspor negara itu, yang bernilai 35 miliar dolar AS.

Aljazirah melaporkan, Awami League adalah partai tertua di Bangladesh dan dibentuk pada 1948 setelah berdirinya Pakistan Timur, sebutan bagi Bangladesh sebelum mendapatkan kemerdekaan dari Pakistan. Partai ini secara luas dianggap sebagai pro-India.

Hasina menjabat sebagai perdana menteri pada 1996 hingga 2001, setelah mengalahkan saingannya, Khaleda Zia, yang akhirnya mendapatkan kembali kekuasaannya pada 2001.

Pada 1990, dua politisi perempuan itu membentuk koalisi untuk menggulingkan diktator militer Hussain Muhammad Irshad. Namun, rasa saling tidak suka dan ketidakpercayaan mereka telah memicu krisis pada Januari 2007 yang mendorong militer untuk turun tangan, sehingga memaksakan militer untuk membentuk pemerintahan sementara.

Kedua perempuan itu ditangkap dan dipenjara oleh pemerintahan sementara Bangladesh yang didukung militer sebagai bagian dari tindakan keras terhadap korupsi. Hasina dan Zia akhirnya dibebaskan untuk ikut serta dalam pemilu.

Pada 1975, sebagian besar anggota keluarga Hasina tewas dalam kudeta, termasuk ibunya, tiga saudara laki-laki, dan ayahnya, presiden saat itu Sheikh Mujibur Rahman. Rahman memimpin negara tersebut dalam perjuangan pembebasannya melawan Pakistan pada 1971.

Hasina dan saudara perempuannya sedang berada di luar negeri pada saat pembunuhan itu.

Pada 2004, dia selamat dari upaya pembunuhan lainnya dalam sebuah rapat umum politik. Serangan granat saat itu menewaskan lebih dari 20 orang dan mobilnya ditembaki ketika dia hendak melarikan diri dari lokasi kejadian.

Awal tahun ini, setelah 14 tahun, 19 orang, termasuk putra pemimpin oposisi utama dan lawan politiknya, Zia, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup terkait serangan itu.

Hasina yang dikenal karena pidatonya yang berapi-api dan ambisinya yang sengit, terpaksa berkampanye dari balik kaca anti peluru. Ia juga menyampaikan pidato kampanye melalui tautan video yang dibagikan di media sosial.

Para pengkritiknya menyebut dia otoriter dan menuduh pemerintahnya berada di balik sejumlah kasus pembunuhan di luar proses hukum. Namun para pendukungnya mengatakan dia telah berjuang untuk rakyat.

"Dia milik rakyat, dia milik tanah air, dan dia adalah putri bapak bangsa," kata Asaduzzaman Noor, Menteri Kebudayaan Bangladesh.

"Komitmennya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup orang-orang Bangladesh. Untuk mencapai itu, dia harus berjuang melawan banyak rintangan, tetapi beberapa orang berpikir dia otoriter, tetapi tidak. Dia berjuang untuk rakyat, bukan demi minat yang terselubung," papar dia.

Dia juga mendapat pujian atas penanganan krisis pengungsi terbesar di dunia. Hampir satu juta warga etnis Rohingya mengungsi di Bangladesh setelah melarikan diri dari kekerasan di Myanmar.

"Dia gila kerja, saya tidak tahu bagaimana dia mengatur waktunya. Dia juga tahu banyak hal," kata Noor.

"Dia memulai harinya sangat pagi dengan berdoa dan kemudian dia pergi untuk bekerja. Dia bekerja sampai tengah malam dan bertemu dengan para pemimpin partai hampir setiap hari," tambah dia.

Menurut seorang pembantu dekatnya, Hasina membaca Quran setiap hari. Jika kemenangan secara resmi disetujui, ia akan menjabat sebagai perdana menteri untuk masa jabatan keempat, sebuah rekor bagi setiap pemimpin Bangladesh sejak 1971.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement