REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia terus mengembangkan potensi zakatnya. Sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim, tentu potensi ini akan memberikan dampak signifikan.
Indeks Zakat Nasional alami kenaikan dari 0,48 di tahun 2017 menjadi 0,51 di tahun 2018 per November 2018. Nilai ini termasuk dalam rentang kinerja cukup baik. Selain itu, dampak zakat terhadap kesejahteraan mustahik juga masuk dalam kategori baik dilihat dari nilai nasional Indeks Kesejahteraan Baznas yaitu 0,76.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mencatat kenaikan pengumpulan zakat, infak dan sedekah (ZIS) serta Dana Sosial Keagamaan Lainnya (DSKL) nasional sebesar 31,8 persen. Pengumpulan tersebut berasal ZIS dan DSKL dari Baznas, Lembaga Amil Zakat (LAZ), Unit Pengumpul Zakat (UPZ) se-Indonesia.
Data pengumpulan ini akan dapat dilaporkan secara lengkap dan detail pada awal 2019 mendatang. Dari catatan penghimpunan Baznas Pusat menunjukkan hasil menggembirakan, yakni pencapaian yang melebihi target menjadi sebesar Rp 203 Miliar pada tahun ini. Ini berarti pencapaian sebesar 101 persen dari target yang diharapkan sebesar 200 Miliar dalam RKAT Baznas di awal 2018.
Dari capaian itu, tak heran berdampak pada capaian program. Baznas misalnya, telah melahirkan 156 Warung Z-Mart, empat unit lembaga keuangan Baznas Microfinance Desa (BMD), empat Lumbung Pangan, 17 Balai Ternak dan 74 titik Zakat Community Development (ZCD). Sepanjang 2018, Baznas berhasil menyalurkan dana zakat sebesar 89,89 persen, yang berarti pengelolaan zakat dilaksanakan dengan sangat efektif.
Sepanjang 2018, Baznas Pusat telah membantu mustahik sebanyak 768,886 jiwa. Baznas juga menyusun 30 buku kajian, termasuk di antaranya berupa kajian untuk mengukur keberhasilan pemberdayaan melalui Buku Indeks Desa Zakat, berbagai Jurnal Internasional Zakat, serta Buku Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat.
Keberhasilan ini belum termasuk capaian dari Lembaga Amil Zakat Nasional. Laznas yang ada di Indonesia secara positif telah mengalami perkembangan. Beragam program yang berjalan telah dirasakan masyarakat. Sifat bantuan pun mulai mengarah produktif. Ini artinya, masyarakat mulai diajarkan dan diarahkan guna meningkatkan kualitas hidupnya. Baik dari sisi akidah maupun ekonomi.
Indikator lain dari perkembangan positif pengelolaan zakat tanah air dilihat penobatan Indonesia sebagai negara terdermawan di dunia. Charity Foundation menempatkan RI di peringkat pertama dalam World Giving Indeks 2018 dengan skor 59.
Salah satu indikator kedermawanan dari WGI adalah tingkat donasi. Dalam hal ini, lembaga filantropi yang berbasis pada zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) dinilai punya peran besar.
Tingkat perolehan total dana dari sumber donasi keagamaan, khususnya zakat, memang kerap menanjak. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mencatat, ada kenaikan sekitar 20 persen total pengumpulan dana ziswaf dari berbagai laznas.
Ini artinya, pengelolaan zakat Tanah Air sudah menuju ke arah yang benar. Tentu saja, optimalisasi dan inovasi juga harus dilakukan. Caranya, tentu membutuhkan studi komprehensif. Baznas maupun Laznas harus tahu apa yang dibutuhkan masyarakat. Mereka harus pula menyentuh hingga keakar-akarnya. Target pun harus lebih tegas yakni mengubah mustahik menjadi muzaki. Misi ini tidak bisa ditawar lagi.
Kelak, keberhasilan peran Baznas dan Laznas lain, akan melahirkan kekuatan baru dari umat. Sebuah kekuatan dashyat yang akan memberikan perubahan positif bagi pembangunan bangsa. Perlu diingat pula, kelas menengah umat Islam belumlah signifikan. Roda ekonomi terbatas pada kalangan tertentu. Situasi ini jangan diratapi. Justru harus menjadi pemicu semangat untuk melakukan perubahan.
Perlu diingat, tantangan Indonesia ke depan tidaklah mudah. Sudah terlalu lelah bangsa ini ribut urusan kekuasaan. Sementara, rakyat di bawahnya harus berpikir keras dengan kemampuan daya beli yang terbatas. Jadi, sudah saatnya zakat memainkan peran lebih.
Imam Al Ghazali menjelaskan, transaksi terbesar orang mukmin dengan Allah SWT terlaksana dengan jihad. Mereka mengorbankan nyawanya demi bertemu Allah Azza Wa Jalla. Harta sesungguhnya merupakan transaksi dengan nilai yang lebih ringan dibandingkan nyawa. "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri me reka dan harta mereka dengan surga bagi mereka," (QS at-Tau bah [9]: 111).
Jadi, masih juga belum berzakat?