REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatra Barat mendorong pembentukan komunitas penyiaran di level sekolah, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA). Ketua KPID Sumbar Afriendi menyebutkan bahwa pelajar memiliki peran yang cukup kuat untuk ikut melakukan pengawasan konten siaran.
Pelajar dianggap memiliki waktu yang lebih banyak dalam menyaksikan isi siaran televisi dan radio, plus dianggap cukup memiliki pola pikir untuk melihat mana tayangan yang mendidik dan tidak.
"Kita harus cerdas memilih program siaran. Kita harap ada komunitas pelajar yang concern. Untuk konteks regulasi, KPI tidak bisa sampai mencabut. Peran kami lebih mengawasi," jelas Afriendi, dalam acara Refleksi Penyiaran 2018, Senin (31/12).
Selain membantu menjalankan fungsi pengawasan, ujar Afriendi, komunitas penyiaran sehat juga bisa melakukan fungsi advokasi dan sosialisasi di lingkungan keluarga. Menurutnya, pendidikan mengenai konten siaran bisa diawali di level terkecil yang keluarga. Anggota komunitas penyiaran misalnya, bisa menyebarkan informasi mengenai konten siaran sehat kepada keluarganya.
"Langkah ini juga mendukung agar masyarakat kritis dan melek terhadap konten siaran," kata Afriendi.
Ia juga mengingatkan bagi orang tua untuk mendampingi anak-anaknya dalam menyaksikan konten siaran, khususnya televisi. Afriendi mewanti-wanti orang tua agar tidak membiarkan anak-anak memilih sendiri saluran televisi yang mau ditonton.
"Jangan sampai anak-anak nonton sendiri memilih 50 chanel yang ada. Ini bahaya bagi anak-anak kita. Orang tua harus memahami ini dan ikut dampingi anaknya," katanya.
Berdasarkan catatan KPID Sumatra Barat, sudah ada 10 teguran yang diterbitkan kepada lembaga penyiaran selama 2018 ini. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan terkait etika penayangan konten siaran, seperti tidak mengaburkan gambar rokok atau tidak mengaburkan terduga PSK di bawah umur.