Selasa 01 Jan 2019 08:15 WIB

Harga Minyak Alami Tren Penurunan Tahunan Pertama Sejak 2015

Penurunan harga minyak di Kuartal IV 2018 adalah penurunan terendah dalam 4 tahun

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON -- Harga minyak mentah dunia pada perdagangan terakhir tahun 2018 menanjak lebih tinggi setelah pasar saham menguat. Namun, harga minyak dunia masih berada dalam tren penurunan tahunan pertama dalam tiga tahun terakhir.

Seperti dilansir Reuters, Selasa (1/1), harga minyak mentah berjangka Brent anjlok lebih dari 19,5 persen dan harga minyak mentah berjangka AS yakni West Texas Intermediate (WTI) merosot hampir 25 persen. Harga minyak turun lebih dari sepertiga pada kuartal keempat 2018, dan merupakan penurunan paling curam sejak kuartal keempat 2014. 

Minyak mentah berjangka mencatat kenaikan moderat pada hari Senin. Brent menetap naik 59 sen atau 1,1 persen, pada 53,80 dolar AS per barel. Sementara WTI menetap 8 sen lebih tinggi pada 45,41 dolar AS per barel. Menurut jajak pendapat Reuters, sebanyak 32 ekonom dan analis memperkirakan harga Brent pada 2019 rata-rata mencapai 69,13 dolar AS.

Perkiraan tersebut naik 5 dolar AS dari prediksi para analis sekitar sebulan lalu. Adapun, Brent antara Januari dan Oktober mengalami kenaikan hampir sepertiga ke angka 86,74 dolar AS. Ini merupakan level tertinggi sejak akhir 2014. 

Adapun, kesepakatan perdagangan AS dan Cina menjadi sentimen positif bagi pergerakan minyak mentah dunia. Harga minyak sempat mendapatkan energi positif pada awal perdagangan Senin lalu, karena perkembangan negosiasi dagang AS dan Cina dengan hasil yang cukup menggembirakan.

Hal ini dinyatakan oleh Presiden AS Donald Trump yang telah mengadakan pembicaraan dengan Presiden Cina, Xi Jinping melalui sambungan telepon, dan mengklaim bahwa negosiasi telah mengalami kemajuan. 

Sementara itu, impor minyak mentah dari Iran oleh pembeli utama di Asia mencapai titik terendah dalam lebih dari lima tahun pada November, ketika sanksi AS terhadap ekspor minyak Iran mulai berlaku. Tekanan harga minyak diprediksi akan meruncing pada Januari 2019 ketika negara-negara OPEC menyepakati pemotongan pasokan.

Diketahui, pada awal Desember, OPEC dan sekutunya termasuk Rusia sepakat mengurangi produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari mulai Januari 2019. Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi kelebihan pasokan, dan menopang harga minyak mentah dunia. 

"Produsen OPEN dan non-OPEC bersaing dengan pasokan tambahan dari AS yang membanjiri pasar," ujar Presiden Lipow Oil Associates, Andy Lipow. 

Produksi minyak AS menembus puncaknya pada November 2017 yakni sebesar 10,04 juta barel per hari, melampaui Rusia dan Arab Saudi yang merupakan produsen top dunia. Adapun perusahaan pengeboran minyak AS menambah sekitar 138 rig minyak pada 2018. Tetapi, produsen Amerika Utara kemungkinan akan mulai mengurangi pengeluaran untuk pengeboran pada 2019 karena harga harga minyak yang jatuh. 

"Semakin banyak perusahaan mengurangi belanja modal dan produksi, mungkin tahun depan tidak pertumbuhannya tidak akan setinggi yang diperkirakan," ujar Wakil Presiden Penelitian dan Analisis di Mobius Risk Group, John Saucer. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement