REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja APBN 2018 menunjukkan pemerintah tak lagi gali lubang tutup lubang atau membayar utang dengan menarik utang. Hal itu ditunjukkan dengan capaian keseimbangan primer dalam APBN 2018 sebesar Rp 4,1 triliun.
"Ini surplus keseimbangan primer sejak 2011. Prestasi!" kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam catatan Refleksi Akhir Tahun yang diunggah di akun media sosialnya, Senin (31/12) malam.
Sri menyampaikan, APBN 2018 telah ditutup dengan defisit sebesar 1,72 persen dari PDB. Angka itu lebih rendah dibandingkan target defisit dalam undang-undang APBN 2018 yang sebesar 2,19 persen dari PDB.
"Ini adalah defisit terkecil sejak 2012," kata Sri.
Sri menyebut, kinerja positif tersebut didukung oleh penerimaan negara baik pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tumbuh tinggi dan sehat. Belanja negara juga terealisir dengan baik di pusat dan daerah.
"Kita akan terus menjaga APBN dan keuangan negara secara profesional, hati-hati dan bertanggung jawab," kata Sri.
Pemerintah, ujarnya, terus berupaya mendorong pembiayaan inovatif baik melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) maupun melalui skema blended finance. Hal ini agar partisipasi swasta dan masyarakat terus meningkat dalam proyek pembangunan.
Untuk pertama kali dalam 15 tahun, Sri menyampaikan, pemerintah tidak mengajukan perubahan UU APBN 2018. Hal ini mendorong semua kementerian/lembaga (K/L) fokus menjalankan rencana anggaran secara penuh.
Sri mengatakan, kebijakan fiskal dan APBN telah membantu kebutuhan hidup masyarakat miskin mulai dari makan, sekolah, hingga kesehatan.
"Kita menambah anggaran kesehatan untuk memerangi gizi buruk. Membayar BPJS Kesehatan agar mampu menjalankan jaminan kesehatan secara baik dan berkelanjutan. APBN juga untuk membangun infrastruktur hingga ke perbatasan, juga membantu UKM/koperasi dan pelaku ultra mikro. APBN juga membantu daerah bencana," kata Sri.