REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Polda NTB menepis tudingan melakukan intimidasi saat berpatroli pada Operasi Mantap Brata di Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terletak di depan Islamic Center NTB. Tudingan ini tersebar di media sosial melalui akun Facebook Aurell Rangkuty.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Komang Suartana mengatakan, polisi melakukan patroli sebagai bentuk pengamanan untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Patroli juga dilakukan dalam bentuk patrol dialogis, yakni berkomunikasi di satu tempat bersama unsur masyarakat merupakan upaya menyerap persoalan di tengah masyarakat.
"Kami rasa ini hanya salah paham. Personel polisi saat itu sedang melakukan patroli di Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi di depan Islamic Center NTB," ujar Komang di Mataram, NTB, Selasa (1/1).
Komang menjelaskan, personel kepolisian yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Mantap Brata (Satgas OMB) memang bertugas terkait pengamanan situasi jelang Pemilu 2019. Tidak hanya Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi yang menjadi sasaran patrolinya, tetapi semua tempat, baik itu kantor KPU, Bawaslu, Markas Projo, dan kantor-kantor partai politik yang ada di wilayah hukum Polda NTB.
Ia mengatakan personel kepolisian Satgas OMB tersebut juga sudah pernah mengunjungi Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi itu dan tidak ada persoalan. Komang menyampaikan, karena merasa akrab sebelumnya dengan pengurus di rumah aspirasi tersebut, sehingga pada saat apel pengamanan malam tahun baru pada 31 Desember 2018 kemarin, petugas menaruh kendaraan di tempat tersebut yang kebetulan berhadapan dengan lokasi apel di halaman Islamic Center NTB.
"Kalau ada yang tersinggung dan merasa tidak nyaman dengan kegiatan patroli yang dilakukan polisi di tempat tersebut, kami minta maaf, tetapi kami pastikan tidak ada intimidasi atau kepentingan apapun yang dilakukan polisi di tempat itu kecuali dalam rangka perlindungan dan pengamanan," lanjut dia.
Mengenai merobek buku tamu di meja resepsionis Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi itu, kabid humas juga menjelaskan saat itu tidak ada unsur kesengajaan. “Anggota menerima telpon dan mencatat catatan penting lalu karena tidak ada kertas, digunakanlah buku yang ada di meja. Itupun sudah minta izin sebelumnya kepada salah satu pengurus di sana yang kebetulan sudah pergi saat video situasi itu direkam," kata dia.
Komang berharap persoalan ini tidak dibesar-besarkan, termasuk tidak menarik apa yang dilakukan polisi dalam upaya pengamanan dalam kepentingan politik. Sebab, menurutnya, netralitas Polri dalam pemilu 2019 merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.