REPUBLIKA.CO.ID, SYDENY -- Saham-saham Asia merangkak naik secara hati-hati di hari perdagangan pertama tahun 2019 pada Rabu (2/1). Kenaikan awal di bursa saham berjangka AS ikut mendorong bursa saham di kawasaan Asia.
Indeks MSCI, indikator utama pasar saham Asia-Pasifik yang lebih luas di luar Jepang, naik 0,14 persen karena E-Mini berjangka untuk S&P 500 menguat 0,5 persen dan untuk Nasdaq naik 0,7 persen. Sementara Nikkei Jepang ditutup untuk liburan.
Wall Street telah diuntungkan dari sedikit petunjuk kemajuan pada kebuntuan perdagangan Cina-AS, meskipun rinciannya masih sangat kurang. Ada beberapa harapan kemajuan pada penutupan pemerintah AS, setelah Presiden Donald Trump mengundang para pemimpin kongres Partai Republik dan Demokrat ke sebuah pertemuan untuk pengarahan keamanan tentang perbatasan.
Namun, tidak jelas siapa yang akan menghadiri pertemuan tersebut, yang ditetapkan pada Rabu (2/1) waktu setempat, atau apakah kesepakatan akan dibahas. Juga survei yang diawasi ketat pada manufaktur AS akan dirilis pada Kamis (3/1), diikuti oleh laporan pembayaran gaji pada Jumat (4/1).
Ketua Federal Reserve Jerome Powell akan memiliki kesempatan untuk mengomentari prospek ekonomi ketika ia berpartisipasi dalam diskusi bersama dengan mantan ketua Fed Janet Yellen dan Ben Bernanke pada Jumat (4/1).
Sementara The Fed masih memproyeksikan dua atau lebih kenaikan suku bunga tahun ini, investor lebih fokus pada perlambatan pertumbuhan global dan denyut disinflasi dari penurunan harga minyak. Fed fund berjangka memiliki semuanya, kecuali kenaikan (suku bunga) untuk tahun ini dan sekarang menyiratkan pemotongan seperempat poin pada pertengahan 2020.
Pasar surat utang juga mengasumsikan apa yang dilakukan The Fed telah benar-benar selesai. Imbal hasil surat utang pemerintah bertenor dua tahun telah jatuh ke 2,49 persen, hanya sedikit di atas suku bunga tunai (cash rate), dari puncak 2,977 persen pada November.
Imbal hasil obligasi 10-tahun AS telah menyelam ke level terendah sejak Februari lalu di 2,69 persen, membuat penembusan bullish dari level grafik utama di 2,717 persen. Spread atau selisih antara imbak hasil surat utang dua tahun dan 10 tahun pada gilirannya menyusut ke terkecil sejak 2007, perataan yang telah menjadi pertanda resesi di masa lalu.
"Yang jelas adalah bahwa kisah sinkronisasi pertumbuhan global yang mendorong aset-aset berisiko lebih tinggi telah berakhir pada saat ini," tulis tim Treasury di OCBC Bank dalam sebuah catatan.
"Kurva imbal hasil yang merata dan, sekarang, kurva imbal hasil AS terbalik sebagian telah menuangkan air dingin pada normalisasi kebijakan lebih lanjut mendatang."
Penurunan imbal hasil yang luar biasa telah menjadi "headwind" bagi dolar AS. Terhadap sekeranjang mata uang, dolar AS tersangkut di 6,108 setelah jatuh selama dua minggu berturut-turut.
Euro menguat di 1,1462 dolar dan siap untuk serangan lain pada resistensi di zona 1,1485/1500 dolar, sebuah batasan yang telah bertahan sejak akhir Oktober. Terhadap yen, dolar diperdagangkan terakhir pada 109,56 yen dan mendekati level terendah sejak Juni tahun lalu.
Kemunduran dalam dolar dan kemungkinan tidak ada lagi kenaikan suku bunga AS telah menjadi keuntungan bagi emas. Logam mulia itu dibeli di 1.281,41 dolar AS per ounce, mendekati tertinggi enam bulan.
Harga minyak dimulai dengan kenaikan sementara setelah penghukuman 2018. Minyak mentah berjangja AS, West Texas Intermediate (WTI), merosot hampir 25 persen tahun lalu, sementara Brent kehilangan 19,5 persen.
Pada Rabu, minyak mentah berjangka AS menguat 48 sen menjadi 45,89 dolar AS per barel, sementara Brent belum diperdagangkan.