REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan lokasi longsor di Desa Sinaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat seharusnya untuk kawasan konservasi. Kemiringan lereng termasuk terjal, karena lebih dari 30 persen.
"Materi penyusunnya tanah berpori, mudah menyerap air dan gembur, sehingga memang mudah longsor," kata Sutopo dalam jumpa pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (2/1).
Sutopo mengatakan tanah di lokasi longsor pada dasarnya memang subur, sehingga dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk pertanian. Namun melihat karakter lerengnya, seharusnya kawasan tersebut untuk konservasi.
Longsoran rumah menutupi rumah penduduk di dusun Cimapag, Desa Sinaresmi, Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (1/1).
Menurut Sutopo, longsor yang terjadi pada Senin (31/12) sore disebabkan oleh hujan dengan intensitas rendah selama beberapa hari sebelumnya. "Hujan terus menerus selama beberapa hari. Diduga sudah ada retakan di puncak bukit, tetapi masyarakat sekitar tidak tahu. Tanaman yang tumbuh di puncak bukit adalah tanaman tahunan dan musiman," ujarnya.
Sutopo menjelaskan hujan dengan intensitas rendah yang terjadi terus menerus akhirnya memicu longsor. Menurut analisis satelit, panjang mahkota longsor mencapai 800 meter dengan luas mencapai delapan hektare.
"Ketebalan longsoran bervariasi, tetapi ada yang mencapai lebih dari 10 meter," ujarnya.
Longsor menyebabkan 30 rumah tertimbun dan 32 kepala keluarga atau 101 jiwa terdampak. Hingga Rabu pukul 13.00 WIB, 15 orang ditemukan meninggal dunia dan 13 di antaranya telah teridentifikasi. Mereka adalah Hendra (38 tahun), Salsabila (4), Ukri (50), Riska (27), Rita (15), Yanti (38), Ahudi (60), Suryani alias Nani (31), Jumhadi (47), Yami (26), Sukiman (75), Umih (70), dan Enda (43).