REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan tidak akan mengubah arah kebijakannya secara signifikan pada 2019. BI tetap mengedepankan instrumen moneter untuk menjaga stabilitas, sementara instrumen makroprudensial akan dilonggarkan menggenjot sektor pariwisata dan ekspor.
"Selain relaksasi kebijakan makroprudensial, bank sentral juga akan meningkatkan pangsa pasar ekonomi syariah dan memperdalam pasar keuangan, serta efisiensi sistem pembayaran sebagai stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (2/1).
Dengan begitu, BI memberikan panduan jelas kepada pelaku pasar keuangan bahwa arah kebijakan moneter terutama suku bunga acuan sepanjang 2019 akan berfokus pada tujuan pengendalian inflasi dan nilai tukar rupiah.
Baca juga, BI Sebut Rupiah Masih Terlalu Murah
"Arah di 2019, meski kebijakan moneternya prostabilitas, namun kami di makroprudensial dorong untuk pertumbuhan ekonomi," ujar Perry.
Perry masih enggan mengungkapkan secara rinci kebijakan makroprudensial yang disiapkan untuk mendorong pariwisata. Sorotan BI pada sektor pariwisata juga ditujukan untuk memperbanyak devisa sehingga dapat mengerem laju defisit transaksi berjalan yang pada 2018 diperkirakan akan melebar hingga sekitar tiga persen PDB.
Pada 2019, BI menargetkan defisit transaksi berjalan bisa menurun drastis hingga 2,5 persen PDB. "Di makroprundensial misalnya, kami terus mengkaji relaksasi untk instrumen apa, misalnya untuk mendorong pariwisata, ekspor dan juga UMKM," kata Perry.
Sepanjang 2018 BI juga melonggarkan makroprudensial namun untuk sektor properti. Pada saat itu, BI merelaksasi rasio nilai kredit untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sehingga syarat uang muka nasabah untuk membeli rumah menjadi lebih ringan.