REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat, Susianah Affandy, mengatakan, anak-anak yang berprofesi sebagai 'anak ondel' tengah marak di perkampungan Jakarta. Tidak hanya pada saat-saat menjelang tahun baru 2019, permainan ondel-ondel ini banyak ditemui dalam keseharian.
Dalam satu grup permainan ondel-ondel terdapat enam sampai delapan anak-anak yang menjadi anggota, setengah di antaranya berusia anak-anak dibawah 18 tahun. Menurutnya, banyak pengaduan masyarakat terdapat satu fenomena adanya 'anak ondel' yakni sebuah istilah bagi anak-anak yang berprofesi sebagai pemain ondel-ondel baik pemeran dalam tubuh ondel-ondel maupun sebagai penabuh musik di DKI Jakarta.
Namun, dari pengaduan masyarakat yang tergabung dalam Forum Rumah Singgah ke KPAI menyatakan fenomena 'anak ondel' di DKI Jakarta merupakan replikasi dari fenomena anak jalanan yang sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak dan Gerakan Sosial Menuju Indonesia Bebas Anak Jalanan.
"Mereka banyak menghabiskan waktu untuk mengamen, jualan tisu di jalan-jalan protokol dan perempatan lampu merah sepanjang DKI Jakarta," ucapnya, Rabu (2/1).
Kemudian, pemberlakuan peraturan Jakarta Bebas Anak Jalanan di satu sisi telah membersihkan Ibu Kota khususnya di jalan protokol, perempatan lampu merah dan daerah ramai lainnya dari anak-anak jalanan. Namun, hilangnya anak jalanan dari jalanan Ibu Kota tidak serta merta terhapusnya masalah kesejahteraan sosial anak di DKI Jakarta.
Sebagaimana diketahui Pemerintah gigih melakukan gerakan sosial Indonesia Bebas Anak Jalanan. Kemensos mendata anak jalanan di tahun 2018 mengalami penurunan dan tersisa 16.290 anak yang tersebar di 21 provinsi. Angka tersebut mengalami penurunan dari 10 tahun sebelumnya. Pada tahun 2006, data Kementerian Sosial mencatat sebanyak 232.894 anak jalanan memiliki masalah kesejahteraan sosial.
Melalui program rehabilitasi sosial, pada tahun 2010 angka anak-anak yang tinggal di jalanan mengalami penurunan menjadi 159.230, pada tahun 2011 turun menjadi 67.607 anak. Pada 2015, Kementerian Sosial mendata sebanyak 33.400 anak tinggal di jalanan.
Untuk menerapkan kebijakan Jakarta Bebas Anak Jalanan, Pemerintah melalui Dinas Sosial secara teknis menerjunkan Petugas P3S (Pelayanan, Pengawasan, Pengendalian Sosial). Petugas P3S ini menyebar di perempatan jalan dan keramaian yang biasa digunakan tempat mangkal anak-anak jalanan.
"Keberadaan P3S membuat Jakarta benar-benar bebas dari anak jalanan. Permasalahannya, selain menerjunkan petugas P3S, Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak mencarikan solusi bagi anak-anak yang melakoni hidup di jalanan pasca bersihnya jalanan Ibukota dari aktifitas mereka," paparnya.
Kemudian, pemerintah menggunakan pendekatan institusi sebagai pendekatan penyelesaian masalah anak jalanan. Ketika anak jalanan berhasil digaruk oleh petugas P3S, maka anak jalanan tersebut langsung dikirim ke panti.
Padahal masalah anak jalanan ada di keluarga dan masalahnya bukan terletak pada anaknya. "Terdapat kaitannya antara pola asuh keluarga, aspek perlindugan anak dalam keluarga dengan fenomena anak-anak jalanan," ujarnya.
Selama ini program perlindungan sosial seperti misalnya pemberian KJP belum menyentuh perubahan mindset, pola pikir, perubahan perilaku orang tua serta keluarga dalam memberikan perlindungan kepada anak-anaknya sehingga menjadi generasi yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan generasi sehat-cerdas dan beriman dan bertakwa.
Sebagian besar anak-anak ondel yang merupakan jelmaan jalanan ini putus sekolah dan mereka mendapatkan eksploitasi dari keluarga dan lingkungannya. "KPAI akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Sosial untuk penanganan anak-anak yang hak-haknya dilanggar. Dalam koordinasi tersebut, KPAI akan minta kepada Pemerintah agar melakukan pendataan anak-anak yang dulunya melakukan aktifitas di jalanan dan anak ondel untuk segera dilakukan rehabilitasi dan pemenuhan haknya," ucapnya.
Ia juga akan berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memberikan layanan pendidikan keluarga yang di dalamnya terdapat anak-anak putus sekolah dan memiliki permasalahan sosial agar dapat memberikan pengasuhan yang baik.Keluarga sebagai pilar utama perlindungan anak di harapkan menjadi garda depan dalam perlindungan anak.
Tiadanya anak-anak di jalan-jalan utama dan perempatan lampu merah di Jakarta, tidak berpindah di kampung-kampung pedalaman Jakarta dan juga memindahkan aktifitas jalanan dalam bentuk lain seperti fenomena 'anak ondel'.
Kendati demikian, anak-anak ini kenyataannya juga mengalami kerentanan dengan ancaman kekerasan fisik, seksual dan mental sangat kuat. Sebagaimana fenomena anak jalanan, 'anak ondel' juga rentan mendapatkan eksploitasi (seksual dan ekonomi), rentan menderita penyakit, perdagangan orang, kecanduan rokok, alkohol hingga Narkoba, perilaku seks bebas dan sebagainya.