Kamis 03 Jan 2019 11:14 WIB

Indonesia Hentikan Program Kuliah-Magang di Taiwan

Program akan dihentikan sampai disepakati tata kelola yang baik.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Teguh Firmansyah
Selat Taiwan
Foto: CNN
Selat Taiwan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberhentikan sementara perekrutan dan pengiriman mahasiswa Indonesia melalui program kuliah-magang New Southbound Policy ke Taiwan. Pemberhentian sementara itu sebagai imbas dari mencuatnya kasus dugaan eksploitasi mahasiswa Indonesia di Taiwan.

“Ya, perekrutan dan pengiriman mahasiswa itu dihentikan sementara,” kata Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Ismunandar saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (3/1).

Dia mengatakan, perekrutan kuliah-magang New Southbound Policy itu akan kembali dilanjutkan hingga disepakati tata kelola yang lebih baik. Sehingga kasus serupa tidak akan terjadi kembali.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyatakan saat ini ada sekitar 1.000 mahasiswa yang ikut dalam skema kuliah-magang di delapan universitas yang masuk ke Taiwan pada periode 2017-2018. Dan 300 mahasiswa di antaranya diduga telah dieksploitasi dan kerja paksa  di pabrik setempat.

“Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei telah meminta otoritas setempat untuk mengambil langkah, sesuai aturan setempat, yang diperlukan guna melindungi kepentingan serta keselamatan mahasiswa peserta skema kuliah-magang,” kata Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal.

Baca juga, Ratusan Mahasiswa Indonesia Diduga Kerja Paksa di Taiwan.

Diketahui, masalah ini bermula dari tawaran skema perekrutan mahasiswa melalui program New Soutbound Policy, yaitu kebijakan pemerintah Taiwan untuk kerja sama dan pertukaran pelajar dengan negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mahasiswa tersebut diduga dijebak oleh oknum pelaksana dengan iming-iming akan mendapatkan beasiswa kuliah di Taiwan.

Dari laporan yang diterima oleh Kemenristekdikti, para mahasiswa yang diduga dijebak tersebut mayoritas perempuan. Mereka diduga mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan seperti dipaksa bekerja selama 10 jam dalam satu hari dengan bayaran yang murah.

Beberapa perguruan tinggi yang bekerja sama dengan penyalur tenaga kerja diduga mengirimkan mahasiswanya untuk menjadi tenaga kerja murah dipabrik-pabrik tersebut.

Salah satu perguruan tinggi misalnya mempekerjakan mahasiswa asal Indonesia di sebuah pabrik contact lens. Di sana mahasiswanya dipaksa berdiri selama 10 jam untuk mengemas 30 ribu contact lens setiap harinya. Sementara perkuliahan dijalani mahasiswa tersebut selama 2 hari dalam satu pekan, sisanya mereka harus bekerja di pabrik.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement