REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Tinombala masih melakukan pengejaran buron Mujahidin Indonesia Timur (MIT) setelah mutilasi warga dan penembakan aparat di Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah, pada Senin (30/12). Buron sebanyak 10 orang tersebut bergerilya di hutan untuk menghindari kejaran petugas.
"Mereka bergeak dengan kelompok kecil - kecil, berapa orang jalan, terpisah. Mereka tau cara gerilya, kita pun lakukan antigerilya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (3/1).
Terdapat sepuluh buron, termasuk Ali Kalora yang masih dikejar Satgas Tinombala. Mereka merupakan bekas anak buah Santoso, pimpinan MIT yang tewas ditembak aparat pada 2016 lalu. Mereka berasal dari basis terorisme Indonesia timur seperti Poso, Bima dan Parigi Moutong.
Saat ini, para buron tersebut bersembunyi setelah melakukan mutilasi pada seorang warga sipil bernama RB (34 tahun). Mutilasi tersebut, kata Dedi memiliki motif untuk memancing aparat. Mutilasi dilakukan oleh lima orang.
"Pelaku (berinisial) Q, N, A dan D dan satu saksi tidak kenal nama DPO dengan ciri pendek dan gemuk," kata Dedi. Lima orang lainnya bertugas memantau.
Saat aparat melakukan evakuasi korban mutilasi, para buron terorisme itu pun menembaki polisi. Dalam kontal tembak yang terjadi selama 30 menit itu, Bripka Andrew Maha Putra dan Bripda Baso tertembak.
Kini Pasukan Brimob dengan kekuatan tiga satuan setara Peleton (SST) masih melakukan pengejaran pada pelaku yang disinyalir bersembunyi di hutan. Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah AKBP Hery Murwono menuturkan, polisi sempat terkendala medan dalam mengejar kelompok tersebut.
"Kendala medan hutan, berbukit dan semak belukar, cuaca hujan," kata Hery Murwono saat dikonfirmasi, Rabu (2/1).
Kendati demikian, Hery mengatakan, personel kepolisian terus melakukan pengejaran di daerah pengunungan. Daerah pegunungan disinyalir menjadi tempat persembunyian kelompok teroris bekas anak buah Santoso tersebut.