Kamis 03 Jan 2019 20:09 WIB

Jadi Anggota DK PBB, Indonesia Bisa Bantu Muslim Rohingya

Indonesia menetapkan isu Palestina sebagai agenda prioritas.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Indonesia Resmi Jadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB
Foto: Twitter @UN_PGA
Indonesia Resmi Jadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajar Hubungan Internasional Universitas Indonesia Aisha Kusumasomantri mengatakan banyak hal yang bisa Indonesia lakukan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB). Salah satunya isu Muslim Rohingya di Myanmar. Dalam ASEAN ada norma-norma yang tidak memperbolehkan anggotanya untuk melakukan intervensi urusan internal anggota lain. 

Karena sampai saat ini sangat sulit bagi Indonesia untuk mendesak Myanmar menghentikan gelombang kekerasan yang dilakukan militer mereka terhadap Muslim Rohingya, sebagai anggota DK PBB kini Indonesia memiliki jalur alternatif. Meskipun, hal itu tidak berarti Indonesia bisa serta-merta melakukan intervensi langsung. 

"Jelas Indonesia mendukung permasalahan hak asasi manusia yang ada di Myanmar tetapi sebenarnya Indonesia tidak bisa melakukan intervensi karena ada norma-norma non-intervensi di ASEAN karena itu, mungkin keberadaan Indonesia di DK PBB bisa menjadi salah satu jalur Indonesia untuk memiliki suara dan melakukan pendekatan ke Myanmar untuk bisa menyelesaikan dan membuat resolusi permasalahan Muslim Rohingya," kata Aisha, Kamis (3/1). 

Keanggotaan Indonesia di DK PBB periode 1 Januari 2019-31 Desember 2020 merupakan keanggotaan yang keempat kalinya. Sebelumnya, Indonesia pernah menjadi anggota tidak tetap DK PBB periode 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008. 

"Intinya Indonesia dapat menekan dan membujuk Myanmar untuk menyelesaikan isu Rohingya karena selama di ASEAN sudah ada norma ASEAN Way atau the Principle of Non-Interference yang kemudian membuat Indonesia tidak bisa menyelesaikannya lewat jalur ASEAN, rata-rata di ASEAN isu-isu non-tradisonal saja," kata Aisha.  

Di DK PBB, Indonesia dapat merangkul Myanmar untuk menyelesaikan isu Muslim Rohingya. Selain isu Rohingya, Indonesia juga dapat berkontribusi dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. Sejak terpilih sebagai anggota DK PBB pada bulan Juni 2018, Indonesia sudah menetapkan isu Palestina sebagai agenda prioritas. Hal itu disampaikan sendiri Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Aisha mengatakan Indonesia sudah fokus dalam permasalahan pelanggaran hak asasi manusia dan Kemerdekaan Palestina. "Sekarang fokusnya sebenarnya penghapusan opresi konflik Israel dan Palestina, sebenarnya permasalahannya lebih di sana," katanya.  

Saat ini, Indonesia memiliki konflik dalam negeri yang menarik perhatian internasional. Indonesia menggunakan pendekatan yang cukup reaktif terhadap penembakan 31 orang pekerja proyek pembangunan jembatan di Kabupaten Nduga, Papua.

Reaksi keras pemerintah Indonesia di Papua menjadi sorotan masyarakat Internasional. Menurut Aisha sampai saat ini tidak ada reaksi khusus dari masyarakat Internasional tentang reaksi Indonesia tersebut. Tapi ia tetap menyarankan agar Indonesia untuk tetap menggunakan pendekatan halus dengan Papua agar posisi Indonesia di DK PBB tidak dipertanyakan.   

"Untuk Papua sendiri sebenarnya Indonesia ini dalam posisi yang sedikit sulit, karena selama ini Indonesia sudah melakukan pendekatan yang cukup halus, seperti pembangunan infrastruktur dan pemenuhan masyarakat sekitar dalam kontra-intelijen sendiri, ada strategi pemenuhan hati dan pikiran, yang dilakukan Indonesia pasca-reformasi adalah itu terlepas dari insiden tahun 2014 di Wamena," kata Aisha.  

Pendekatan yang keras pasca-insiden Nduga menyebabkan strategi kontra-intelijen itu sedikit terhambat. Sebab, kata Aisha, strategi pemenuhan hati dan pikiran dijalankan sebagai solusi jangka panjang untuk merebut simpati rakyat Papua. Aisha mengakui isu Papua ini menjadi sorotan di masyarakat internasional. 

Ia yakin akan ada kelompok-kelompok yang menuntut penegakan hak asasi manusia di Papua. Hal itu karena meski pendekatan ke Papua jauh lebih baik pasca-reformasi tapi masih ada pendekatan-pendekatan yang cukup reaktif. 

"Dari saya sebaiknya kembali dipertimbangkan strategi penanganan kembali ke strategi pemenuhan hati dan pikiran dan kembali lagi menyerahkan operasinya ke polisi dari yang sebelumnya tentara," kata Aisha. 

Pada 2 Januari 2019, secara resmi Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB periode 1 Januari 2019 - 31 Desember 2020. Pada saat dilakukan pemilihan anggota DK PBB oleh seluruh negara anggota PBB bulan Juni 2018 lalu, Indonesia memperoleh dukungan 144 suara dari 193 negara anggota PBB.

“Besarnya dukungan tersebut merupakan bentuk kepercayaan masyarakat internasional terhadap rekam jejak diplomasi dan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berperan penting dalam menjaga perdamaian dunia," kata Wakil Tetap RI PBB, Dian Triansyah Djani, dalam siaran pers Kementerian Luar Negeri RI. 

Indonesia bersama 14 negara lainnya yaitu, AS, Inggris, Perancis, Rusia, RRT, Kuwait, Afrika Selatan, Pantai Gading, Equatorial Guinea, Jerman, Belgia, Polandia, Peru, dan Republik Dominika akan menjadi bagian dari proses perumusan kebijakan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional sesuai mandatnya di dalam Piagam PBB. Sejak 1 Januari 2019, Dian juga telah diberikan tanggung jawab sebagai Ketua Komite Resolusi DK PBB 1540 mengenai senjata pemusnah massal, Komite Sanksi terkait dengan terorisme seperti Komite Sanksi Resolusi DK PBB 1267, di samping itu akan mengetuai Komite Sanksi Resolusi DK PBB 1988. 

Indonesia juga akan menjadi Wakil Ketua Komite Sanksi untuk Sudan Selatan dan Komite Sanksi mengenai Irak. Di antara ke-15 anggota DK PBB periode 2019 – 2020, Indonesia merupakan negara penyumbang pasukan terbesar untuk Misi Keamanan PBB. 

Oleh karena itu, selain isu global lainnya, Indonesia akan memberi perhatian pada peningkatan efisiensi dan efektifitas misi perdamaian PBB. Selain Indonesia, negara anggota PBB lain yang juga memulai masa keanggotaannya di DK PBB pada periode yang sama adalah Afrika Selatan, Belgia, Republik Dominika, Jerman. 

Negara-negara itu akan menggantikan negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB yang berakhir masa jabatannya sejak 31 Desember 2018, yakni Kazakhstan, Bolivia, Ethiopia, Belanda dan Swedia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement