REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggiatkan Sekolah Lapang Gempa. Sekolah ini untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait dengan gempa bumi dan tsunami.
"Tahun ini ada 30 kegiatan SLG (Sekolah Lapang Gempa) di beberapa provinsi yang bertujuan untuk membuka wawasan kegempaan," kata Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Tiar Prasetya di Jakarta, Jumat (4/1).
Dia menjelaskan SLG bertujuan menguatkan peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemangku kepentingan di daerah agar memahami informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami. Sehingga dapat memberikan arahan yang benar kepada masyarakat.
"Jadi saat terjadi gempa bumi dan berpotensi tsunami maka pemangku kepentingan sudah mengerti apa yang harus dilakukan dan masing-masing paham tugasnya," kata dia.
SLG menyasar BPBD, masyarakat, sekolah, aparat, dan media di wilayah rawan gempa bumi dan tsunami, untuk memahami potensi gempa bumi dan tsunami di wilayahnya. Selain itu, untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap gempa bumi dan tsunami, serta memahami pesan BMKG terkait dengan peringatan dini.
Tiar mencontohkan salah satu kegiatan SLG yaitu melakukan permainan kegempaan bagi anak-anak untuk membuka wawasan kegempaan mereka. SLG telah dilakukan sejak 2015 di 10 kabupaten dan kota, meningkat menjadi 23 kabupaten/kota pada 2016, satu kota pada 2017, dan di dua kota pada 2018.
Wilayah Indonesia rawan bencana, termasuk gempa bumi dan tsunami, yang termasuk dalam bencana geologi. Meski jumlah bencana geologi yang merusak lebih sedikit dibandingkan dengan bencana hidrometeorologi, hal itu tetap saja menyebabkan banyaknya jumlah korban jiwa.
BNPB mencatat terjadi 20 kali gempa bumi yang merusak selama 2018 yang telah menyebabkan 572 orang meninggal, 2.012 orang luka-luka, 483.364 orang mengungsi dan terdampak, dan 16.520 rumah rusak. Selain itu, gempa bumi disusul tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah pada 2018, di mana tercatat 4.231 orang meninggal dunia dan hilang. Tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018 akibat longsoran Gunung Anak Krakatau menyebabkan lebih dari 400 orang meninggal dunia.