REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Banyak pekerja pemerintah federal Amerika Serikat (AS) yang kesulitan membayar tagihan mereka saat pemerintah AS menutup semua layanannya sementara. Karena layanan pemerintah ditutup para pekerjanya tidak bayar.
Salahnya satu Tomas Kaselionis, pekerja Federal Emergency Management Agency yang sedang melakukan pemulihan pasca-angin topan di Kepulauan Mariana yang terletak di Samudra Pasifik.
"Bagi saya, adalah mempertimbangkan apakah membayar tagihan mobil atau gas atau telpon, hal itu yang akan saya bicarakan dengan istri saya pekan depan," kata Kaselionis, seperti dilansir dari New York Times, Jumat (4/1).
Penutupan pemerintah yang sudah berjalan selama 13 hari ini dapat menjadi penutupan terpanjang dalam sejarah AS. Para politisi mengatakan mereka berharap penutupan ini dapat segera berakhir dalam hitungan hari atau pekan, menggantung harapan para ribuan pekerja federal yang tidak dibayar.
"Mereka harus menyadari dampak yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, dampaknya sangat mengakar, bagi saya, mereka memainkan catur politik, dan kami adalah pionnya," kata guru paket C di penjara Florida Ray Coleman Jr.
Pada Kamis (3/1), kebuntuan untuk menyelesaikan penutupan pemerintahan ini menyebar dengan cepat. Melalui di media sosial Twitter, ketua Federal Communication Commision segera mengumumkan ia akan menutup sebagian besar operasi badan pemerintah AS itu.
Proses peradilan pengadilan federal berjalan lambat karena permintaan pengacara pemerintah AS. Departemen Kehakiman AS juga menunda sidang kasus The National Association for the Advancement of Colored People (NAACP) yang menuntut pemerintah Trump atas persiapan sensus. Sidang kasus yang diajukan The Environmental Protection Agency juga ditunda.
Sementara itu, klaim tunjangan uang pensiun terus menumpuk. Sampai saat ini di Distrik Colombia sudah menumpuk 900 klaim sejak pemerintahan ditutup. Negara Bagian Maryland juga menumpuk 637 klaim tunjangan pensiun. Lebih dari 350 pekerja federal di Colorado mengajukan klaim tunjangan pengangguran.
Ahli meteorologi National Weather Service di Florida, Daniel A. Sobien mengatakan para pekerja federal sudah muak menjadi catur politik. Kini Sobien hidup dengan mengandalkan uang tabungannya.
"Saya sadar bahwa banyak hal yang tidak adil menimpa rakyat sepanjang waktu tapi ini benar-benar tidak adil karena politik, pekerja pemerintah harus menanggung beban," kata Sobien.
Kebuntuan perdebatan tentang penutupan pemerintahan ini mungkin hanya berpusat pada segelintir orang di Washington. Tapi dampaknya dirasakan pekerja pemerintah di seluruh Amerika. Satu dari lima pekerja pemerintah AS, ada di Washington dan sekitarnya.
Sebanyak 800 ribu pekerja pemerintah AS terdampak atas penutupan pemerintahan ini. Di antaranya pada pekerja dengan gelar doktor berpendapatan 100 ribu dolar AS per tahun. Begitu pula dengan pekerja-pekerja yang gajinya jauh di bawah itu seperti para pekerja di laboratorium, penjara, pekerja yang membersihkan taman nasional, dan orang-orang yang membersihkan kantor-kantor pemerintahan.
Di antara para pekerja pemerintah AS banyak yang frustasi bahkan jijik dengan politik. Menurut mereka orang-orang yang bertanggung jawab di Washington tidak peduli dengan mereka yang benar-benar bekerja untuk pemerintah AS.
"Ini tidak dapat dibenarkan, tidak menghargai peran dan tanggung jawab, mereka yang memastikan pemerintahan berjalan dengan lancar," kata hakim pengadilan imigrasi di Los Angeles, A. Ashley Tabaddor.
Seorang petugas keamanan di bandara Philadelphia, Brian Turner mengatakan ia sudah enam tahun menjadi garis pertahanan terakhir para penumpang yang terbang dari bandara Philadelphia. Ia mengalami penutupan selama 16 hari pada tahun 2013 lalu.
Ia mengatakan pada saat itu ia belum memiliki rumah dan keluarga. Kala itu, kata Tuner meski politik juga berjalan dengan sengit tapi masih bisa diprediksi. "Saya senang bisa bekerja untuk negara saya, tapi saya tidak bisa bekerja dua bulan tanpa digaji," katanya.
Pemerintahan AS ditutup (shutdown) untuk sementara akibat Kongres belum menyepakati anggaran negara. Hal itu terjadi karena perdebatan mengenai anggaran pembangunan tembok perbatasan AS dan Meksiko yang diusulkan pemerintahan Donald Trump.