REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Risha Adi Wijaya memenuhi panggilan Satgas Antimafia Sepak Bola. Risha datang untuk memberikan keterangan terkait kasus dugaan pengaturan pertandingan di liga sepak bola nasional.
"Pada prinsipnya, kami sangat setuju dan senang dengan adanya pemberian keterangan kepada Satgas Antimafia Bola karena kami ingin kompetisi ini baik, bernilai positif dan kompetitif," kata Dirut PT LIB Risha Adi Wijaya dalam jumpa pers, Jumat (4/1).
Pada pemanggilan di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Badan Reserse Kriminal Polri, Kamis (3/1), petinggi PT LIB itu menyampaikan sejumlah pokok bahasan. Antara lain, latar belakang PT LIB secara korporasi, bagaimana berdirinya, berapa anggaran dasarnya, siapa pemegang sahamnya, dan direksinya.
Kemudian disampaikan juga soal ranah pengolahan kompetisi, pendanaan dari sponsor, serta hak dan kewajiban PT LIB sebagai operator liga. "Kami sajikan dengan gamblang dan terbuka dengan bukti-bukti otentik," kata Risha.
Pada intinya dalam pemanggilan tersebut, Risha hanya dimintai keterangan soal garis besar potensi dan kewenangan PT LIB sebagai operator liga. "Tidak spesifik ke pertandingan tertentu," kata dia.
Chief Operating Officer PT LIB Tigor Shalomboboy mengatakan keterangan yang diberikan tersebut untuk proses penyelidikan, bukan sebagai saksi maupun tersangka dalam kasus dugaan pengaturan pertandingan. Terkait pelaksanaan liga sepak bola nasional tahun 2019, Tigor menambahkan bahwa keputusan apakah PT LIB menjadi operator liga tahun ini tergantung hasil Kongres PSSI nanti yang diselenggarakan pada 20 Januari nanti.
Hingga kini, satgas telah menetapkan empat tersangka, yakni Priyanto alias Mbah Pri, Anik Yuni Artikasari alias Tika, Tjan Lin Eng alias Johar, dan Dwi Riyanto alias Mbah Putih.
Dwi Riyanto, anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI, diduga berperan sebagai perantara antara pemesan skor dan wasit yang bisa diajak kompromi dalam praktik pengaturan skor di pertandingan sepak bola. Sementara, Johar diduga berperan dalam menentukan klub di grup dan mengatur jadwal pertandingan. Bersama Priyanto yang merupakan mantan anggota Komisi Wasit PSSI, Johar diduga bertugas memilih sejumlah wasit untuk bisa diajak kompromi dalam sebuah pertandingan.
Sementara itu, Priyanto diduga berperan mengumpulkan pembayaran pengaturan skor pertandingan dari manajer yang ingin klubnya dimenangkan. Uang yang didapat kemudian diduga dibagi-bagi oleh Priyanto dan Johar.