Sabtu 05 Jan 2019 15:37 WIB

RS Dinilai Perlu Perhatikan Keperluan Masyarakat

Jumlah RS yang melayani BPJS masih kurang sementara peserta JKN terus bertambah.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Friska Yolanda
Petugas bekerja di dekat layar informasi penghentian sementara pelayanan untuk pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) karena masalah akreditasi di Rumah Sakit Umum Islam (RSUI) Kustati Solo, Jawa Tengah, Jumat (4/1/19).
Foto: Antara/Maulana Surya
Petugas bekerja di dekat layar informasi penghentian sementara pelayanan untuk pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) karena masalah akreditasi di Rumah Sakit Umum Islam (RSUI) Kustati Solo, Jawa Tengah, Jumat (4/1/19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Advokasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar menilai peraturan akreditasi untuk rumah sakit adalah hal yang baik. Namun, seharusnya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan tidak langsung memutus kerja sama dengan rumah sakit yang belum terakreditasi tersebut. 

Timboel mengatakan, peraturan terkait akreditasi tersebut sudah cukup lama. Pihak BPJS Kesehatan dan Kemenkes juga telah mengingatkan sejak lama karena peraturan tersebut terkait dengan Permenkes nomor 99 Tahun 2015.

"Tapi memang, pelaksanaan daripada sanksi tidak boleh bekerja sama yang seharusnya, menurut saya, dipertimbangkan kembali oleh pemerintah, Kemenkes dalam hal ini," kata Timboel pada Republika.co.id, Sabtu (5/1). 

Saat ini, Indonesia mengalami kekurangan rumah sakit (RS) untuk pengguna BPJS Kesehatan. Terhitung per 31 Oktober 2018, jumlah rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berjumlah sekitar 2.423 RS yang terdiri dari swasta dan milik pemerintah. 

Fakta di lapangan, dengan angka rumah sakit sebanyak itu masih banyak kendala yang dialami peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ketika akan mendapatkan fasilitas. Timboel mencontohkan tidak sedikit masyarakat yang harus menanti lama ketika ingin rawat jalan, bahkan sebelum diperiksa juga terjadi penumpukan. 

Baca juga, BPJS Jelaskan Alasan Penghentian Layanan di Sejumlah RS

"Kemudian dia masuk rumah sakit, mencari kamar di rumah sakit susahnya minta ampun. Terutama yang sifatnya khusus sepeti ICU dan HCU. Ini bukan sekali dua kali," kata dia melanjutkan. 

Kendala-kendala tersebut membuktikan dari sisi ketersediaan rumah sakit dan kamarnya masih jauh di bawah permintaan. Belum lagi pengguna BPJS Kesehatan setiap tahunnya akan bertambah karena target pemerintah tahun 2019 terkait peserta JKN. 

"Di akhir Desember 2019, target pemerintah 95 persen rakyat Indonesia harus sudah ikut. Dengan meningkatnya kepesertaan ini akan berkolerasi positif dengan peningkatan demand. Rumah sakit jumlahnya stuck sedangkan peserta meningkat," kata dia lagi. 

Ia pun menyarankan agar pemerintah mengizinkan rumah sakit yang belum terakreditasi atau belum mengurus sertifikat akreditasi untuk tetap melayani peserta BPJS Kesehatan. Namun, pemerintah harus mengawasi dengan ketat rumah sakit tersebut hingga mendapatkan akreditasi. 

"Proses akreditasi ini harus mudah jangan berbelit-belit dan mahal karena bagaimana pun juga kita butuh rumah sakit yang lebih banyak," lanjut dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement