REPUBLIKA.CO.ID, SANAA— Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths pada Sabtu (5/1) tiba di Ibu Kota Yaman, Sana'a, guna membahas implementasi Kesepakatan Stockholm antara Pemerintah Yaman dan gerilyawan Houthi.
Satu sumber resmi di Bandar Udara Internasional Sana'a mengatakan kepada wartawan Kantor Berita Anadolu bahwa Griffiths tiba di Sana'a setelah mengunjungi Ibu Kota Yordania, Amman.
Sumber itu, yang tak ingin disebutkan jati dirinya sebab ia tak berwenang berbicara dengan media, mengatakan Griffiths akan mengadakan pertemuan dengan para pejabat di Sana'a, yang dikuasai gerilyawan Syiah Houthi.
Sumber tersebut tak memberi perincian lebih lanjut mengenai tujuan kunjungan Griffiths, seperti dikutip Anadolu, Ahad (6/1).
Griffiths melakukan kunjungan setelah kegagalan misi PBB, yang bertugas memantau gencatan senjata di Kota Al-Hudaydah di Yaman Timur, untuk membuat kemajuan nyata.
Semua pihak yang berperang di Yaman pada awal bulan lalu sepakat menarik pasukan mereka dari Kota Pelabuhan Laut Merah tersebut dan mematuhi gencatan senjata selama berlangsungnya pembicaraan yang ditaja PBB di Stockholm, Swedia.
Sumber itu mengatakan, "Griffiths dijadwalkan bertemu dengan misi PBB guna membuat kemajuan mengenai masalah Al-Hudaydah."
Pada pengujung Desember 2018, Dewan Keamanan PBB mengesahkan resolusi yang ditaja Inggris yang menyetujui penggelaran satu PBB dengan tugas memantau gencatan senjata di Al-Hudaydah, yang berlaku pada Desember.
Al-Hudaydah, tempat beberapa pelabuhan strategis berada, merupakan urat nadi kehidupan buat penduduk sipil Yaman, yang terkepung.
Peningkatan bantuan kemanusiaan mencolok secara rutin mengalir melalui kota pelabuhan itu.
Yaman masih dirongrong kerusuhan dan pergolakan sejak 2014, ketika kelompok gerilyawan Syiah Houthi menguasai sebagian besar wilayah negeri tersebut, termasuk ibu kotanya, Sana'a.
Tahun berikutnya, Arab Saudi dan beberapa sekutu Arabnya melancarkan serangan udara gencar di Yaman dengan tujuan memutar-balikkan perolehan Houthi dan memulihkan pemerintahnya, yang pro-Arab Saudi.
Operasi udara itu telah menghancurkan sebagian besar prasarana dasar di Yaman, termasuk sistem kebersihan dan kesehatan, sehingga PBB menggambarkan situasi di Yaman sebagai salah satu bencana kemanusiaan terburuk pada zaman modern.