REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan menemukan beberapa permasalahan yang dibuat oleh pihak ketiga dalam proses rekrutmen program kuliah-magang atau Industry Academia Collaboration. Mekanisme rekrutmen program magang Taiwan itu sendiri dilakukan oleh universitas Taiwan bekerja sama dengan perguruan tinggi Indonesia, atau pemerintah daerah, atau agensi swasta yang kemudian disebut sebagai pihak ketiga.
Ketua PPI Taiwan Sutarsis menjelaskan, setidaknya ada lima masalah yang sering kali terjadi dalam program kuliah-magang ini. Pertama, pilihan universitas tujuan sering berubah tanpa sepengetahuan calon mahasiswa dan diputuskan begitu saja saat di Taiwan.
Masalah kedua, terus Sutarsis, terkait pengaturan pemilihan yang dikendalikan oleh pihak ketiga. Sehingga di lapangan ditemui jurusan yang dipromosikan oleh pihak ketiga tidak sesuai dengan yang ada di universitas.
"Hal ini menyebabkan mahasiswa dengan terpaksa mengambil jurusan yang tidak diminati dan tidak sesuai dengan bidang minat di SMA atau SMK," jelas Sutarsis kepada Republika, Ahad (6/1).
Sementara itu, masalah ketiga yaitu adanya variasi yang sangat besar dari pembiayaan pemberangkatan yang ditetapkan oleh pihak ketiga yaitu Rp 10 Juta hingga Rp 40 Juta. Biaya tersebut di antaranya digunakan untuk persiapan bahasa atau matrikulasi, pengurusan dokumen, dan pemberangkatan.
Namun yang menjadi masalah, calon mahasiswa tidak mendapat penjelasan yang memadai mengenai komponen pembiayaan tersebut. "Hal in menunjukkan pihak ketiga menetapkan pembiayaan dengan seenaknya dan tidak terkontrol," tegas Sutarsis.
Keempat, lanjut dia, demi memperoleh mahasiswa dalam proses rekrutmen pihak ketiga sering menjanjikan beasiswa atau subsidi biaya kuliah. Namun dalam realisasinya adanya kelompok angkatan kuliah yang dinyatakan tidak bisa mendapatkan beasiswa atau bantuan belajar dijanjikan dengan pemberitahuan pada saat hari-H atau pemberangkatan ke Taiwan.
Masalah terakhir yang sering ditemui di lapangan yaitu pihak ketiga yang tidak memberikan penjelasan yang memadai tentang pembiayaan kuliah, sistem pendidikan, mekanisme dan pelaksanaan magang, serta pelaksanaan dan sistem penggajian untuk magang.
"Alhasil ketidak jelasan itulah yang menjadi salah satu ketidakpastian atau kesulitan finansial mahasiswa Indonesia di Taiwan," ungkap dia.
Karenanya dia mendorong agar pemerintah Indonesia dan Taiwan segera berunding dan mengubah tata kelola kerja sama program kuliah-magang ini menjadi lebih baik. Sehingga ke depan, tidak ada lagi mahasiswa atau calon mahasiswa yang dirugikan dan merasa ditipu.