REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) dalam perkara suap perizinan pembangunan proyek Meikarta. Sedianya, Aher, pernah dipanggil KPK pada 20 Desember 2018 lalu.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHY," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (7/1).
Febri mengatakan, penyidik ingin mendalami lebih rinci ihwal rekomendasi yang diberikan pihak Pemprov Jabar terkait aturan perizinan proyek Meikarta. Selain itu, penyidik juga akan menanyakan soal pendelegasian wewenang dan proses keluarnya rekomendasi.
"Salah satunya rekomendasi-rekomendasi tersebut itu sudah sebagian kami ungkap di persidangan," ujar Febri.
KPK sebelumnya mengendus perizinan proyek Meikarta bermasalah. Lembaga antirasuah pun sempat mengimbau Pemerintah Kabupaten Bekasi mengaudit ulang izin tersebut.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.
Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.
Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.
Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.