REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Militer Gabon melakukan upaya kudeta terhadap pemerintahan yang dipimpin Presiden Ali Bongo. Jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di sana sebagai pekerja mencapai ribuan orang. Mereka merasa khawatir dan berharap tidak terjadi kerusuhan.
"Ada sekitar seribuan WNI di sini (Gabon). Semoga saja nggak terjadi rusuh," ujar salah seorang WNI yang bekerja di perusahaan agro di Gabon, Fatah Noor, kepada Republika.co.id, melalui sambungan telepon, Senin (7/1).
Jumlah WNI yang bekerja di perusahaan agro tersebut, kata Fatah, mencapai sekitar 400 orang. Di Gabon juga tidak ada Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI). Kedubes RI terdekat berada di Nigeria. "Nggak ada (Kedubes), jadi Kedubesnya di Negeria. Jauh," ujarnya.
Fatah pun mengungkapkan situasi yang terjadi di sana. Warga di ibu kota Gabon, Libreville, memilih tidak bekerja dan tidak ada yang berani ke luar rumah.
Militer Gabon, kata Fatah, mengambil alih semuanya. Bandara di Gabon ditutup, dan radio nasional juga dikuasai mereka. "Jadi nggak ada penerbangan, nggak bisa keluar nggak bisa masuk. Ya doain aja," tutur dia.
Seperti dilansir BBC, Senin (7/1), militer Gabon mengaku telah merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sudah berkuasa selama 50 tahun. Militer Gabon menguasai radio nasional pada pukul 04.00 waktu setempat. Di radio tersebut mereka mengumumkan pembentukan Dewan Restorasi Nasional.
Presiden Gabon Ali Bongo yang berkuasa pada 2009 telah meninggalkan pekerjaannya selama dua bulan. Tank dan kendaraan perang bisa dilihat di jalan-jalan ibu kota Libreville.