Selasa 08 Jan 2019 16:22 WIB

Menteri PPN Ingatkan Jangan Terlena pada Ekspor Komoditas

Pemerintah harus beralih ke industri manufaktur.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Friska Yolanda
Pelepasan Ekspor Manufaktur. Kapal kontainer ukuran raksasa CMA CGM mengisi muatan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Pelepasan Ekspor Manufaktur. Kapal kontainer ukuran raksasa CMA CGM mengisi muatan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengkritisi sikap pemerintah Indonesia yang kerap terlena pada fluktuasi harga komoditas. Menurut Bambang, Indonesia sudah harus melepaskan diri dari ketergantungan ekspor berbasis komoditas dan beralih ke industri manufaktur. Hal itu juga menjadi salah satu kunci agar Indonesia bisa melompat menjadi negara maju. 

"Waktu harga komoditas turun semua orang bahas manufaktur, kita harus ciptakan nilai tambah. Eh, ketika harga komoditas naik, kita suddenly menjadi lupa lagi bahwa kita punya PR jangka menengah yaitu beralih ke manufaktur," kata Bambang dalam sosialisasi Visi Indonesia 2045 di Jakarta, Selasa (8/1). 

Berdasarkan Visi Indonesia 2045, Bambang memproyeksi, Indonesia bisa keluar dari kelompok negara berpendapatan menengah pada 2036. Syaratnya, ekonomi Indonesia harus tumbuh minimal 5,7 persen per tahun. Hal itu merupakan proyeksi berdasarkan skenario terbaik. 

Baca juga, Industri Manufaktur Masih Berhasrat Tingkatkan Produktivitas

Sementara, jika Indonesia hanya bisa tumbuh 5,1 persen per tahun atau proyeksi baseline, Indonesia baru bisa menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2038. 

Dalam skenario proyeksi terbaik, PDB per kapita Indonesia pada 2045 adalah sebesar 23.199 dolar AS. Sementara, berdasarkan skenario baseline, PDB per kapita Indonesia pada 2045 adalah sebesar 19.794 dolar AS. Sementara, berdasarkan data BPS, PDB per kapita Indonesia pada 2017 adalah sebesar Rp 51,89 juta atau setara 3.876 dolar AS.

Akan tetapi, hal itu mendapatkan tantangan berupa deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia. Seperti diketahui, porsi manufaktur saat ini mengalami tren penurunan. Data BPS menunjukkan porsi manufaktur dalam PDB kuartal III 2018 adalah sebesar 19,66 persen. Angka itu turun dibandingkan porsi manufaktur dalam PDB kuartal II 2018 yang sebesar 19,8 persen dan PDB kuartal III 2017 yang sebesar 19,93 persen.

Pertumbuhan industri manufaktur nonmigas pada kuartal III 2018 mencapai 5,01 persen (yoy). Angka pertumbuhan itu lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada kuartal II 2018 yang sebesar 4,27 persen (yoy). Namun, itu masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada kuartal III 2017 yang sebesar 5,46 persen.

Bambang mengatakan, pemerintah akan berupaya mengembalikan porsi manufaktur pada perekonomian secara bertahap dengan mulai kembali ke level 20 persen pada 2020. Untuk mencapainya, pemerintah akan fokus mendorong lima industri yakni makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia serta farmasi. 

"Perlu ada reformasi struktural sehingga manufaktur menjadi sektor utama dan akhirnya Indonesia punya daya saing yang berkesinambungan," kata Bambang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement