Selasa 08 Jan 2019 16:57 WIB

Menko Perekonomian: Kepastian Jadi PR Pemerintah Tahun Ini

Dibutuhkan kerja sama empat instrumen untuk meningkatkan daya saing Indonesia.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Menkeu Sri Mulyani bersama Menko Perekonomian Darmin Nasution menjadi narasumber dalam diskusi pada acara outlook perekonomian Indonesia 2019 di Jakarta, Selasa (8/1).
Foto: Republika/Prayogi
Menkeu Sri Mulyani bersama Menko Perekonomian Darmin Nasution menjadi narasumber dalam diskusi pada acara outlook perekonomian Indonesia 2019 di Jakarta, Selasa (8/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, kepastian masih menjadi pekerjaan rumah dalam meningkatkan daya saing di Indonesia. Kondisi ini membuat calon investor masih mempertimbangkan banyak hal sebelum menanamkan modalnya di Indonesia. 

Darmin mengatakan, salah satu pekerjaan rumah pemerintah adalah memberikan kepastian dengan memiliki peraturan. Memberikan kemudahan melalui online single submission (OSS) juga akan terus ditingkatkan guna memudahkan calon investor masuk ke Indonesia.

Selain itu, memperluas kerja sama dengan negara lain melalui skema Free Trade Agreement (FTA) ataupun Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). “Makanya kita akan fokus selesaikan perjanjian dengan Australia dan Uni Eropa pada tahun ini,” ujar Darmin dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2019 dengan tema Meningkatkan Daya Saing untuk Mendorong Ekspor di Jakarta, Selasa (8/1). 

Darmin menjelaskan, berbagai perundingan tersebut menjadi upaya pemerintah agar posisi Indonesia bisa sejajar dengan negara lain yang rutin melakukan perjanjian perdagangan. Apabila tidak terjadi kesamaan di antara negara ASEAN, dikhawatirkan investasi dapat beralih ke negara lain yang lebih nyaman. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah mendorong pembangunan fondasi ekonomi dan membangun supply-demand melalui instrumen APBN. Tapi, sifatnya lebih pada jangka menengah dan panjang. “Tindakannya sekarang, tapi hasilnya lima tahun ke depan,” ucapnya. 

Salah satu program yang dimaksud adalah pembangunan SDM. Sri mengatakan, dalam instrumen fiskal, program ini diimplementasikan dengan mengalokasikan belanja negara 20 persen dari anggaran tahun 2019 untuk pendidikan. Nilainya mencapai Rp 500 triliun. 

Tapi, Sri menekankan, eksekusi dilakukan di berbagai institusi dan pemerintah daerah. Jadi, program ini tidak hanya masalah uang, juga koordinasi antara kementerian dan lembaga. 

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, dibutuhkan kerja sama empat instrumen untuk meningkatkan daya saing Indonesia. Mereka adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai regulator, dunia usaha, tenaga kerja dan akademisi. 

Untuk dunia usaha, Rosan menambahkan, pihaknya sudah mencoba memperbaiki berbagai faktor yang dapat dikendalikan guna meningkatkan daya saing. Di antaranya meningkatkan efisiensi dan produktivitas. 

Tapi, ada juga beberapa hal yang di luar kontrol pengusaha. Seperti, kebijakan tarif dalam Free Trade Agreement (FTA) yang mungkin kurang berlaku di Indonesia. “Dampaknya sudah dirasakan saat ekspor CPO kita ke Turki menurun selama dua tahun terakhir karena mereka mendapatkan CPO dari Malaysia. Malaysia sendiri diketahui sudah FTA dengan Turki,” tuturnya. 

Oleh karena itu, Rosan berharap, pemerintah dapat semakin gencar melakukan perjanjian perdagangan dengan skema FTA kepada negara lain. Upaya ini memungkinkan daya tarik Indonesia di mata dunia dapat semakin baik dan mampu bersaing dengan negara lain. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement