REPUBLIKA.CO.ID, PESHAWAR— Perwakilan Taliban Afghanistan akan bertemu dengan pejabat Amerika Serikat selama dua hari dalam perundingan yang dimulai pada Rabu (9/1), tetapi mereka menolak bertemu dengan pejabat pemerintahan "boneka" Afghanistan.
Taliban menolak permintaan dari sejumlah negara regional untuk mengizinkan pejabat Afghanistan ambil bagian dalam perundingan tersebut, dengan menegaskan AS adalah musuh utama mereka dalam perang yang telah berlangsung selama 17 tahun.
"Kali ini, kami ingin menggelar perundingan dengan pejabat AS," ungkap pemimpin Taliban yang berbasis di Afghanistan, seraya menambahkan bahwa perundingan di Qatar akan membahas isu penarikan AS, pertukaran tahanan, dan pencabutan larangan terhadap pergerakan pemimpin Taliban.
Pemberontak tersebut, yang ingin memberlakukan hukum Islam setelah penggulingan mereka pada 2001 oleh pasukan yang dipimpin AS, membatalkan pertemuan dengan pejabat AS di Arab Saudi pekan ini karena desakan Riyadh untuk melibatkan pemerintahan Afghanistan yang didukung Barat dalam perundingan tersebut.
Perang di Afghanistan merupakan intervensi militer terpanjang AS di luar negeri. Perang tersebut telah menguras dana Washington hampir satu triliun dolar Amerika dan menewaskan puluhan ribu orang.
Perundingan tersebut akan menjadi yang keempat dalam serangkaian perundingan antara pemimpin Taliban dan utusan khusus AS, Zalmay Khalilzad.
"Setelah berkonsultasi, kami akan bertemu dengan pejabat AS di Doha pada Rabu. Pertemuan itu akan berlanjut selama dua hari," ujar anggota senior Taliban yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Mantan menteri dalam negeri Afghanistan Umer Daudzai, yang merupakan penasehat senior Presiden Ashraf Ghanis, dijadwalkan berada pada Selasa (8/1) di Pakistan, tempat diperkirakan akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Shah Mahmood Qureshi.
Sejumlah pejabat Pakistan mengatakan Afghanistan akan membutuhkan bantuan ekonomi asing selama beberapa tahun, bahkan setelah penandatanganan kesepakatan damai, dan telah berusaha mendorong Taliban untuk menerima perundingan dengan Kabul.