REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan tersangka pembuat hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos Bagus Bawana Putra tidak lepas dari peran Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor). Polisi mengidentifikasi suara tersangka melalui proses audio forensik.
Ahli Forensik Komisaris Besar Polisi M Nuh menjelaskan, metode audio forensik menggunakan dua metode uji, yaitu otomatis dan manual. Metode otomatis adalah menguji sampel suara hoaks tujuh kontainer dengan mencocokan frekuensi suara dari Bagus Bawana Putra dengan mesin voice recognition.
Metode ini mendapati kemiripan sebesar 99,2 persen. "Very strong Identification," kata M Nuh saat rilis tersangka penyebaran hoaks tujuh kontainer berisi surat suara, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (9/1).
Metode kedua, lanjut Nuh, adalah dengan menggunakan cara manual. Penyidik forensik mengambil empat sampel hoaks yang beredar di media sosial. Kemudian, frekuensi suara Agus Bawana Putra dicocokkan menggunakan algoritma yang dimiliki Puslabfor. Hasilnya, dengan metode ini pun identik.
"Jadi sangat kuat identik empat rekaman suara ini dengan suara pembanding, hasilnya empat rekaman barang bukti identik dengan suara atas nama tersangka," kata Nuh.
Tersangka disebut membuat konten suara tersebut secara pribadi kemudian menyebarkannya. Setelah konten tersebut viral dan terjadi sejumlah penangkapan, tersangka pun berupaya kabur.
Tersangka yang merupakan warga Bekasi, Jawa Barat itu pun melarikan diri ke Sragen, Jawa Tengah, sebelum akhirnya tertangkap pada Senin (7/1). Tersangka juga berupaya menghapus jejak digital dengan mengganti nomor dan ponsel.
Tersangka Bagus Bawana Putra dianggap melanggar Pasal 14 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dengan ancaman hukumannya 10 tahun penjara.
Dengan demikian, sudah ada empat tersangka dalam kasus hoaks tujuh kontainer dengan Bagus Bawana Putra sebagai tersangka utama pembuat konten. Sebelumnya tiga orang telah ditangkap di sejumlah daerah, yakni HY di Bogor, LS di Balikpapan dan J di Brebes. Namun, ketiganya hanya merupakan penyebar aktif, dan tidak dilakukan penahanan. Ketiganya dikenai pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 dengan ancaman di bawah 5 I tahun penjara.