Rabu 09 Jan 2019 19:16 WIB

Mungkinkah Menyerahkan Integrasi Transportasi di Bawah DKI?

Pengamat memandang perlu badan otonom integrasi transportasi di bawah Presiden.

Rep: Muhammad Ikhwanuddin/ Red: Indira Rezkisari
Penumpang menunggu Bus Transjakarta di Halte Dukuh Atas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (3/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penumpang menunggu Bus Transjakarta di Halte Dukuh Atas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa transportasi di wilayah Jabodetabek bisa diatur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pengamat memandangnya sebagai suatu hal yang realistis, namun perlu dilakukan dengan banyak pertimbangan.

Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia, Deddy Herlambang mengatakan, jika transportasi di Jabodetabek diserahkan ke Pemprov DKI Jakarta, maka otomatis yang mengendalikan adalah PT MRT Jakarta. "Tapi apakah dia bisa mengatur integrasi dengan PT KCI? Terlebih lagi KCI merupakan anak perusahaan PT KAI. Apakah juga bisa mengatur Perum Damri? dia kan BUMN sementara MRT saja BUMD, kan kelasnya jauh," katanya, Rabu (9/1).

Menurutnya, pengelola transportasi di Jabodetabek yang paling tepat adalah dengan membuat lembaga otonom di bawah komando langsung Presiden. "Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek tidak masalah tapi harus di bawah Presiden langsung, dan namanya bukan pengelola, tapi badan penyelenggaraan. Jadi seperti komisi sifatnya," ujar dia.

Dalam badan penyelenggara itu, lanjutnya, dapat mengikutsertakan beberapa lembaga seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian PU PR, Kementerian BUMN, Kementerian Kominfo, Kemendagri, Bappenas dan BUMN serta BUMD penyelenggara transportasi.

Sementara itu, moda transportasi di Jakarta dinilai tidak akan saling terhubung jika masih ada sifat egoisme antarpenyelenggara dan pemangku kebijakan. Pengamat transportasi, Darmaningtyas mengatakan, perencanaan dan pengadaan transportasi di Jabodetabek selama ini masih parsial atau terpisah-pisah.

"Tidak akan bisa terintegrasi, karena semua dibangun dengan tanpa perencanaan yang terintegrasi," kata dia. Ia mencontohkan moda transportasi bus di kawasan Blok M yang tidak saling terhubung, seperti MRT dan Transjakarta. Selain itu, ia juga mempertanyakan konektivitas MRT dengan kereta Commuter Line di kawasan perkantoran Dukuh Atas.

"LRT Jabodebek dari cawang sampai Kuningan, stasiunnya itu terkoneksi dengan halte Transjakarta tidak? Tidak akan bisa terintegrasi jika perencanaannya dilakukan sendiri-sendiri," ujarnya.

Kendati demikian, ia menuturkan bahwa masih ada hal realistis yang bisa diwujudkan oleh pemerintah, yaitu dengan mendekatkan halte dan akses antarmoda. Menurutnya, hal tersebut bisa dilakukan jika terdapat kendala dari segi pembangunan infrastruktur.

Hal itu bisa terlihat dari halte Transjakarta di yang terletak persis di stasiun Gambir, atau halte Transjakarta lainnya yang berdekatan dengan stasiun Juanda.

Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo mengatakan, selama ini terdapat kesimpangsiuran pengelolaan transportasi di Jabodetabek antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Nantinya, Kemendagri akan mengatur koordinasi daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Tangerang, dan kementerian yang dipimpin langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement