REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) meminta semua pendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk tidak atau berhenti menyebarkan kabar bohong. TKN mengimbau agar seluruh peserta pemilu dan pendukungnya membangun kontestasi pemilu yang damai.
"Kita semua sepakat sejak awal pemilu ini baik, kenapa harus dibuat seperti ini, ayolah dewasa semua dalam berpolitik supaya rakyat juga belajar," kata Juru Bicara TKN Arya Sinunglingga di Jakarta, Rabu (9/1).
Komentar Arya dilontarkan menyusul tertangkapnya pelaku pembuat dan penyebar voice note terkait tujuh kontainer surat suara tercoblos beberapa waktu lalu. Tersangka pembuat hoaks diduga sebagai relawan pendukung Prabowo Subianto.
Menurut Arya, kabar bohong itu disusun seakan-akan Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu mau didelegitimasi. Dia melanjutkan, kemudian seakan-akan bahwa pasangan calon 01 dianggap bekerja sama dengan KPU. yang pada akhirnya menguntungkan calon pejawat.
"Penangkapan ini membuktikan ini setting oleh orang-orang ini supaya terjadi delegitimasi terhadap KPU dan juga menyudutkan 01," katanya lagi.
Dia mengatakan, upaya deligitimasi KPU itu ditakutkan akan berdampak pada kepercayaan masyrakat kepada lembaga penyelenggaraan pemilu itu. Dia mengatakan, usaha-usaha seperti ini kalau hasil pemilunya memenangkan 01 maka sudah memframing sejak awal itu kerjaanya KPU bersama 01.
Baca juga: BPN: Pelaku Hoaks Surat Suara Tercoblos Bisa Jadi Relawan
Anggota Direktorat Advokasi dan Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Ferdinand Hutahaean membantah bahwa pria bernama Bagus Bawana Putra yang merupakan tersangka pembuat hoaks tujuh kontainer suat suara tercoblos adalah 'pentolan' atau ketua relawan Prabowo-Sandiaga. Namun, ia tidak menampik bahwa bisa saja yang bersangkutan memang aktif sebagai relawan, namun bukan sebagai ketua relawan.
"Nama Bagus ini kita tidak temukan terdaftar sebagai ketua atau pengurus aktif relawan Prabowo-Sandi tetapi mungkin yang ini adalah relawan," kata Ferdinand di Seknas Prabowo-Sandiaga, Menteng, Jakarta, Rabu (9/1).
Ferdinand mengungkapkan bahwa Prabowo-Sandiaga memang memiliki banyak relawan, sehingga sulit bagi BPN untuk membatasi atau melarang orang untuk bergabung menjadi relawan Prabowo-Sandiaga. Selain itu, ia menganggap perlu dibedakan antara elite dan relawan.
"Harus kita bedakan karena tuduhannya adalah pentolan, elite gitu ya, yang bersangkutan ini bukan elite atau pentolan relawan, mungkin saja relawan karena kita lihat aktivitasnya beberapa kali menghadiri cara relawan tetapi saya tegaskan yang bersangkutan bukan pentolan atau elite relawan," ucapnya.
Ferdinand mengatakan BPN merasa dirugikan atas tuduhan tersebut. Ia menuturkan, selama ini BPN selalu mematuhi norma-norma demokrasi. Kendati dirugikan, namun BPN belum akan memikirkan langkah apa yang selanjutnya akan diambil terkait tuduhan tersebut.
"Kami belum mengkaji apakah kami akan mengambil langkah hukum, karena langkah hukum juga kan proses sudah berjalan. Kami akan memberikan kepercayaan kepada polisi untuk melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan dan memeriksa perkara ini," ungkapnya.
Tersangka Bagus Bawana Putra dianggap melanggar Pasal 14 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dengan ancaman hukumannya 10 tahun penjara. Dengan demikian, sudah ada empat tersangka dalam kasus hoaks tujuh kontainer dengan Bagus Bawana Putra sebagai tersangka utama pembuat konten.
Sebelumnya, tiga orang telah ditangkap di sejumlah daerah, yakni HY di Bogor, LS di Balikpapan dan J di Brebes. Namun, ketiganya hanya merupakan penyebar aktif, dan tidak dilakukan penahanan. Ketiganya dikenai pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 dengan ancaman di bawah 5 I tahun penjara.
Ikuti Whatsapp Channel Republika