REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik senior KPK Novel Baswedan meminta agar Presiden RI Joko Widodo dapat mendesak pihak kepolisian untuk mengungkap pelaku teror kepada pegawai dan pimpinan KPK. Ia harap kasus terornya bisa diungkap tidak seperti kasusnya.
"Saya berharap Bapak Presiden mau mendesak Polri untuk mengungkap ini semua dan tidak kemudian seperti yang lain-lain, tidak terungkap sama sekali," kata Novel Baswedan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/1).
Pada hari Rabu (10/1), rumah Ketua KPK Agus Rahardjo menjadi sasaran teror fake bomb. Di rumah Agus yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat, polisi menemukan barang bukti berupa pipa paralon, detonator, sekring, kabel warna kuning, paku ukuran 7 sentimeter, serbuk putih, baterai, dan tas.
Sementara itu, rumah Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, Jalan Kalibata Selatan, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, dilempar dua bom molotov oleh orang tak dikenal, salah satu bom sempat merusak teras bagian atas rumah Laode. Penemuan bom itu terjadi pada hari Rabu (9/1) sekitar pukul 05.30 WIB.
"Kondisi (teror) ini makin lama makin meningkat, tentu ini menjadi perhatian. Pada dasarnya saya mengharapkan hal ini bisa menjadi momentum agar semua serangan kepada orang-orang di KPK itu diungkap," kata Novel.
Novel khawatir bila teror-teror tersebut dibiarkan, makin lama teror akan makin bertambah. "Apabila Presiden mau membentuk TGPF (tim gabungan pencari fakta), nah, itu bisa diungkap dengan oleh melibatkan semua kalangan dengan bisa membantu pengungkapan," kata Novel.
Novel mengaku belum bisa menyimpulkan siapa pelaku di balik teror-teror tersebut. "Saya bisa saja berspekulasi apa pun, cuma saya pikir tidak tepat di awal-awal saya sampaikan spekulasi," ujarnya.
Menurut dia, yang sudah terjadi segera diungkap saja karena itu yang paling pokok adalah apabila serangan-serangan ini diketahui siapa pelakunya. "Perlindungan terbaik apabila ada serangan, kemudian diungkap," tegas Novel.
Menurut Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, setidaknya ada 9 kali teror yang dialami oleh pegawai, pimpinan, maupun pejabat KPK. Teror pertama, penyerbuan dan teror terhadap faskes KPK yang dikenal "safe house", kedua ancaman bom ke Gedung KPK RI, ketiga teror bom ke rumah penyidik KPK, keempat penyiraman air keras ke rumah dan kendaraan penyidik KPK, lalu kelima ancaman pembunuhan terhadap pejabat dan pegawai KPK.
Keenam, perampasan perlengkapan penyidik KPK. Lalu ketujuh, penculikan terhadap pegawai KPK yang sedang bertugas, kedelapan percobaan pembunuhan terhadap penyidik KPK, kesembilan teror bom dan molotov terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua Laode M. Syarief di rumahnya.
Tapi hingga saat ini belum ada satu pun pelaku yang diungkap pihak kepolisian sebagai pelaku teror tersebut.