Kamis 10 Jan 2019 20:14 WIB

Survei: Anak Muda Enjoy Belajar Agama Via Media Daring

Para pakar dan guru agama dituntut membuat inovasi dan kreativitas di medsos.

Rep: Novita Intan/ Red: Nashih Nashrullah
Media sosial (ilustrasi)
Foto: EPA
Media sosial (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Studi Islam dan Transformasi Sosial (CIS Form) UIN Sunan Kalijaga Yogykarta melakukan penelitian tentang sistem produksi guru agama Islam atau pendidikan agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), baik negeri maupun swasta di Indonesia. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan ada dua hal penting tentang kompetensi keislaman, pandangan dan sikap keagamaan mahasiswa atau calon guru PAI, terutama isu intoleransi dan radikalisme. 

Peneliti UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdur Razaki mengemukakan selama ini kalangan generasi muda lebih ’nyaman’ mencari pembelajaraan keagamaan melalui media daring dan model pendidikan di luar kelas. Bahkan, kata dia, sebagian kalangan muda lebih mengidolakan atau mempercayai soal keagamaan yang dilontarkan dari seorang ustaz saat melakukan tausiyah. 

“Sumber pembelajaran tidak lagi ruang kelas, tetapi media daring. Sekarang yang menjadi ustaz yang menjadi favorit, bukan lagi dosen atau guru agama. Sementara harus masuk kelas harus dipaksa, sedangkan pengajian datang. Pemikiran ustaz sangat modern, tapi dosen meski punya statement bagus jarang diviralkan, maka dosen atau guru harusnya lebih kreatif,” ujarnya saat acara ‘Menanam Benih di Ladang Tandus: Potret Sistem Produksi Guru Agama Islam di Indonesia, Hotel Aryaduta, Kamis (10/1). 

Menurutnya, tren Islamisme di Indonesia terus mengalami peningkatan terutama yang berasal di kampus. Hal ini justru diakomodasi sebagian kampus di Indonesia, di mana kelompok Islam baru didirikan dan diberikan pendanaan oleh kampus tersebut. 

“Bagi anak muda pembelajaran kelompok Islam baru justru menarik, mereka (kelompok Islam baru) sangat menarik dalam pendekatannya, dimulai cara pengaderan, pendampingan harian hingga melalukan tabligh akbar secara sistematis,” ungkapnya. 

Dia menyebut banyak kelompok Islam baru seperti Nabawi atau Salafi yang diresmikan UKM (Unit Kegiatan Kampus) bahkan memperoleh pendanaan dan jika ada rekruitmen 500 mahasiswa. Untuk itu, diperlukan kerja sistematis dalam melahirkan guru PAI. Mengingat berbagai permasalahan seputar sistem produksi guru agama belum kuat menangkal penyebaran intoleran dan radikal. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement