REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik KPK Novel Baswedan menegaskan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro, ditangkap KPK bukan karena adanya red notice. Eddy Sindoro ditangkap menggunakan cara lain.
"Eddy Sindoro tidak ditangkap berdasarkan red notice Eddy Sindoro ditangkap saat Mabes Polri masih memproses red notice, red notice tidak pernah digunakan untuk penangkapan Eddy Sindoro," kata Novel Baswedan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/1).
Novel Baswedan menjadi saksi untuk terdakwa Lucas yang didakwa membantu pelarian Eddy Sindoro selaku terdakwa dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 2016. Eddy Sindoro diketahui sudah berada di luar negeri sejak April 2016.
Saat ini, Eddy Sindoro masih berstatus sebagai saksi dalam perkara penyuapan kepada panitera PN Jakarta Pusat. Lalu, ia berpindah-pindah negara hingga akhirnya menyerahkan diri ke penyidik KPK di Singapura pada 12 Oktober 2018.
Eddy Sindoro. (Republika/Wihdan)
Novel adalah koordinator tim penyidik dalam penyidikan untuk tersangka Eddy Sindoro maupun Lucas. "Ada beberapa cara yang ditempuh KPK, tidak semata-mata red notice saja karena keberhasilan red notice kecil tetapi di KPK ada cara lain yang ternyata lain lebih tinggi keberhasilannya, saya sudah beberapa kali melakukan penangkapan di luar negeri tanpa red notice, misalnya dengan bekerja sama dengan KPK di negara lain," tambah Novel.
Red notice adalah permintaan untuk menemukan dan menahan sementara seseorang yang dianggap terlibat dalam kasus kriminal. Namun, status seseorang tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Untuk menerbitkan red notice, kepolisian dari negara anggota interpol akan lebih dahulu mengirimkan permintaan pencarian dan penangkapan seorang tersangka. "Eddy Sindoro ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2016, kami melakukan pemanggilan ke yang bersangkutan tetapi tidak datang karena sedang di luar negeri, lalu kembali lagi dipanggil pada Maret 2017 tetapi tidak hadir dan tidak mau hadir karena berada di luar negeri," ungkap Novel.
Pada November 2016, KPK mendapat rekaman pembicaraan antara Eddy Sindoro dan Lucas yang menunjukkan bahwa Eddy tidak mau pulang dan Lucas memberikan saran dan masukan untuk tidak pulang. Selanjutnya, kata Novel, pihaknya dapat info sekitar September 2018 bahwa Eddy pernah dideportasi dari Malaysia ke Indonesia.
Terdakwa kasus perintangan penyidikan perkara korupsi, Lucas, menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1/2019). (ANTARA)
Tim penyidik lalu mengecek data perlintasan imigrasi, kemudian data tidak ditemukan. Langkah berikutnya, pihaknya melakukan penyidikan ke CCTV bandara.
"Ternyata ada pihak-pihak yang membantu Eddy tidak masuk ke Indonesia sehingga kami tidak bisa melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan," jelas Novel.
Akhirnya, KPK pun menyampaikan permintaan pencarian orang ke Bareskrim untuk memasukkan Eddy ke dalam daftar pencarian orang (DPO). "Eddy saat menjadi saksi juga sudah dua kali pada bulan April 2016 dan akhir 2016. Kami juga mencegah yang bersangkutan setelah menjadi tersangka pada tahun 2018," tambah Novel.
Setelah mengetahui adanya keinginan Eddy Sindoro untuk pulang ke Indonesia tetapi tidak masuk ke batas imigrasi, tetapi melakukan penyidikan kepada terdakwa Lucas. "Kami mendapat info bahwa Eddy mau menyerahkan diri. Kami dibantu KBRI Singapura dan melakukan penangkapan untuk diperiksa di Jakarta," tegas Novel.