Jumat 11 Jan 2019 14:21 WIB

Maduro Dilantik, Peru dan Paraguay Putuskan Hubungan

Peru memanggil pulang para diplomatnya di Caracas.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Nicolas Maduro
Foto: AP/Fernando Llano
Nicolas Maduro

REPUBLIKA.CO.ID, ASUNCION -- Nicolas Maduro (56 tahun) resmi dilantik memimpin kembali Venezuela di masa jabatan kedua pada Kamis (10/1) waktu setempat. Peru dan Paraguay langsung memutuskan hubungan diplomatik dengan Venezuela usai pelantikan itu.

Presiden Paraguay Mario Abdo Benitez memerintahkan para diplomatnya segera keluar dari Caracas. "Tidak adanya kebebasan dan demokrasi di negara tersebut menjadi alasan Paraguay tidak akan lagi memiliki hubungan diplomatik dengan Venezuela," kata Benitez seperti dikutip dari France24, Jumat (11/1).

Kantor berita Associated Press menuliskan, Peru juga memanggil pulang diplomat pentingnya dari Caracas sebagai protes dilantik kembalinya Maduro. Mereka juga melarang 100 anggota pemerintahan Maduro memasuki negara itu.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Peru menegaskan, pemilihan umum di Venezuela tidak sah. "Maduro dan para pejabat yang terkait dengan pemerintahannya dilarang masuk ke Peru," sebut pernyataan dari Kemenlu Peru.

Argentina pun membekukan paspor diplomatik dan melarang diplomatnya ke Venezuela. Presiden Argentina Mauricio Macri mengecam Maduro. Menurutnya, kemenangan Maduro palsu dan pemilihannya tidak dilakukan jujur.

"Nicolas Maduro hari ini membuat ejekan demokrasi. Rakyat Venezuela tahu itu, dunia tahu itu. Venezuela hidup di bawah kediktatoran," ujar Macri lewat akun Twitter resminya.

Sebelum Maduro dilantik, Organisasi Negara-negara Amerika memilih untuk tidak mengakui legitimasi masa enam tahun jabatan Maduro untuk periode kedua ini.

Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat John Bolton bahkan menyebut AS tidak akan mengakui pelantikan tidak sah pemimpin diktator Maduro. "Kami akan terus meningkatkan tekanan pada rezim yang korupsi, mendukung Majelis Nasional yang demokratis dan menyerukan demokrasi dan kebebasan di Venezuela," ujar Bolton.

Baca juga, Wapres Turki ke Venezuela Hadiri Pelantikan Maduro.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa AS akan terus mendukung rakyat Venezuela.  Ia mendorong agar pemerintahan Venezuela menjalankan demokrasi. "Sudah waktunya bagi para pemimpin Venezuela untuk membuat pilihan," kata Pompeo.

Pemerintahan Trump pun telah meningkatkan tekanan pada Maduro melalui sanksi keuangan dengan menargetkan puluhan di pemerintahan Maduro. Bank-bank AS juga dilarang melakukan bisnis dengan Venezuela. Saksni AS itu sempat menjatuhkan sanksi yang diklaim Maduro merugikan Venezuela hingga 20 miliar dolar AS, tahun lalu.

Aktivis oposisi telah menyerukan protes pada Kamis. Pihak berwenang telah merespons penjagaan ketat di kota dengan pos-pos pemeriksaan polisi dan pasukan bersenjata.

"Pelantikan ini ilegal," ujar seorang siswa di sebuah protes kecil anti-pemerintah di kota San Cristobal, Jose Navarro (17 tahun). "Dan pengerahan militer ini juga merupakan pelanggaran konstitusi," tambahnya.

Kendati demikian, sebagian besar negara lain berencana untuk mempertahankan kedutaan dan hubungan diplomatik mereka dengan Venezuela.

Maduro pertama kali memimpin Venezuela pada 2013 sepeninggal Hugo Chavez yang meninggal karena sakit kanker setelah memerintah selama 14 tahun. Sejak menjabat, Maduro banyak menerima kecaman dari dalam dan luar negeri atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan penanganan ekonomi negeri yang tidak baik.

Venezuela merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia dan memegang kepresidenan OPEC hingga 2025. Namun, ekonomi Venezuela jatuh terperosok sejak 2017 awal dan mengalami inflasi.

Menurut sebuah studi dari Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi, inflasi Venezuela mencapai 1,3 juta persen dalam 12 bulan hingga November 2018.  Krisis ekonomi Venezuela membuat sekitar 2,3 juta warganya melarikan diri dari negara itu sejak 2015. Bentrokan anti-pemerintah pada 2017 telah menewaskan 125 orang

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement