Senin 14 Jan 2019 20:04 WIB

BNPB Minta Pendeteksi Tsunami Diamankan Layaknya Objek Vital

Saat ini banyak pendeteksi tsunami rusak.

Sejumlah pelajar melintas di samping alat pendeteksi tsunami atau Tsunami Early Warning System (TEWS) yang dipasang di Desa Seuneubok, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh.
Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Sejumlah pelajar melintas di samping alat pendeteksi tsunami atau Tsunami Early Warning System (TEWS) yang dipasang di Desa Seuneubok, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta agar pengamanan sejumlah peralatan pendeteksi tsunami, termasuk pelampung tsunami menjadi seperti objek vital nasional.

"Harus diamankan unsur TNI. Karena kalau alat ini tidak berfungsi, maka mata dan telinga masyarakat yang ada di kawasan pesisir pantai itu tidak mendapatkan informasi," kata Kepala BNPB Doni Munardo usai rapat terbatas soal peningkatan kesiagaan menghadapi bencana di Kantor Presiden, Senin (14/1).

Menurutnya, potensi jumlah korban akibat bencana tsunami dapat lebih banyak jika alat pendeteksi itu rusak. Ia menjelaskan saat ini banyak terdapat alat pendeteksi gelombang tsunami yang tidak berfungsi karena terdapat bagian-bagian yang hilang atau rusak.

Doni mengatakan Presiden Joko Widodo telah meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengeluarkan surat perintah penjagaan alat-alat pendeteksi tsunami. BNPB juga akan berkoordinasi dengan BPPT untuk mendata alat deteksi tsunami yang rusak.

Doni mengusulkan pemasangan beberapa alat pendeteksi tsunami di beberapa tempat berdasarkan data dari pakar geologi dan vulkanik. Kepala BNPB juga mengungkap temuan pakar geologi dan kegempaan yang menjelaskan terdapat dua wilayah yang rawan terjadi tsunami jika terjadi gempa bumi akibat pergeseran lempeng ataupun peristiwa vulkanik.

Daerah tersebut yakni pantai Selatan Pulau Jawa hingga ke Selat Sunda, dan kawasan pantai Barat Pulau Sumatra. Presiden Jokowi juga meminta BNPB memasang tanda peringatan rawan bencana alam di beberapa tempat yang rentan terjadi.

"Ini sekali lagi tidak ada niat sedikit pun untuk menimbulkan kepanikan. Tetapi semata-mata untuk menyampaikan kepada masyarakat kita berada, hidup di atas cincin api dan di atas patahan lempeng yang setiap saat bisa saja terjadi gempa dan tsunami," jelas Doni.

Dalam rapat terbatas, Jokowi menilai sistem peringatan dini juga perlu dievaluasi di lapangan, dibarengi dengan pengujian dan pengorganisasian sistem tersebut agar terus dalam kondisi baik.

Hal itu dimaksudkan untuk meminimalisasi timbulnya korban bencana alam. Terkait pendidikan kebencanaan, presiden juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat mulai memberikan edukasi kebencanaan kepada siswa sekolah dan masyarakat umum.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement