REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH – Harian Arab Al-Watan mengungkap jumlah operasi pergantian kelamin (seks) yang dilakukan di Arab Saudi selama 35 tahun terakhir. Jumlahnya cukup fantastis.
Mengutip seorang konsultan bedah kosmetik, ada 1.600 kali operasi ganti kelamin di Kerajaan selama lebih dari tiga dekade tersebut.
Kepala Pusat Pergantian Klamin di Universitas King Abdulaziz di Jeddah, Yasser Jamal, mengatakan sekitar 93 persen operasi dilakukan selama masa kanak-kanak. Sementara di antara orang dewasa ialah 7 persen. Dikatakannya, mayoritas kasus adalah wanita yang ingin menjadi pria.
Jamal mengatakan, operasi koreksi (ganti) kelamin diizinkan berdasarkan syariah. Namun, mengubah jenis kelamin berdasarkan keinginan pribadi sangat dilarang.
Kendati begitu, dia menyesalkan tidak adanya program kesadaran tentang koreksi kelamin. Rumah sakit di Saudi tidak pernah melakukan operasi perubahan jenis kelamin yang tidak diizinkan berdasarkan hukum Islam.
Jamal mengatakan, keinginan orang untuk mengubah jenis kelamin lantaran mereka menderita penyakit yang dikenal sebagai 'kebencian gender' atau 'kehilangan identitas seks (jenis kelamin)'.
"Sebagian besar waktu, orang-orang yang melakukan perubahan jenis kelamin menganggap diri mereka sebagai korban kutukan tertentu. Mereka percaya bahwa mereka terkunci di tubuh yang salah, yang bukan milik mereka," kata Jamal, dilansir di Saudi Gazette, Senin (14/1).
Jamal menuturkan, sekitar 60 persen dari orang-orang tersebut melakukan bunuh diri sebelum atau setelah operasi perubahan jenis kelamin.
Ia lantas berbicara tentang kasus paling aneh yang pernah dilihatnya. Yaitu seorang pria berusia 80 tahun datang ke kliniknya untuk meminta perbaikan jenis kelamin saudara perempuannya yang berusia 70 tahun, yang sudah menikah.
Ketika Jamal memberi tahu orang tersebut jika saudara perempuannya mengubah jenis kelaminnya, dia akan memiliki bagian warisan yang sama dengan milik ayah mereka, lelaki itu menghilang dan tidak menampakkan diri lagi kepadanya. Si pria itu meninggalkan rencana tersebut karena takut bahwa dia akan kehilangan sebagian warisannya kepada saudara perempuannya.
Seorang psikiater yang berspesialisasi dalam masalah keluarga dan masyarakat, Hani Al-Ghamdi, mengatakan mengubah jenis kelamin memerlukan pemeriksaan medis dan psikologis sebelum operasi diizinkan.
"Masalahnya di sini adalah beberapa orang yang diklasifikasikan sebagai laki-laki berdasarkan tampang dan penampilan mereka cenderung secara psikologis untuk bertindak dan berperilaku seperti perempuan," katanya.
Ghamdi mengatakan, ada pria yang berperilaku sebagai wanita dan wanita yang bertindak seperti pria. Namun, mereka tidak ingin memperbaiki jenis kelamin mereka karena mereka bahagia dengan cara mereka. "Orang-orang ini membutuhkan perawatan psikologis," tambahnya.