REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Adinda Pryanka/Iit Septyaningsih/Ahmad Fikri Noor
JAKARTA -- Daya beli yang menurun disebut-sebut sebagai penyebab PT Hero Supermarket Tbk (HERO) terpaksa menutup sejumlah gerainya di Indonesia. Pemerintah diminta membantu intervensi faktor-faktor yang menyebabkan penurunan daya beli tersebut. Di sisi lain, pelaku bisnis ritel diimbau untuk menyesuaikan bisnis dengan perkembangan zaman.
HERO menyebut akan menerapkan strategi keberlanjutan bisnis. Di antaranya dengan memaksimalkan produktivitas kerja melalui proses efisiensi atau penutupan toko.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menilai, penutupan sejumlah gerai PT Hero Supermarket Tbk (HERO) merupakan salah satu upaya ritel untuk melakukan efisiensi. Para pelaku ritel memutuskan menutup di sejumlah lokasi untuk kemudian ekspansi dengan cara yang berbeda, di antaranya, memanfaatkan platform online seiring dengan perkembangan niaga daring (e-commerce).
Tutum menilai, tidak menutup kemungkinan, ritel lain juga akan melakukan tindakan serupa. Hal ini bisa terjadi apabila daya beli masyarakat terus menurun dan peralihan dari kegiatan belanja konvensional ke digital semakin intensif.
"Kami harus mengakui faktor-faktor ini ada," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (14/1).
Tutum berharap, pemerintah dapat membantu intervensi faktor-faktor ini, khususnya untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang menjadi faktor internal pertumbuhan industri ritel. Dia menilai, daya beli harus tumbuh secara alamiah agar masyarakat memiliki kekuatan menabung sepanjang tahun untuk membeli barang konsumsi di ritel.
Warga memilih barang di sebuah toko ritel modern.
Selama ini, yang terjadi adalah daya beli masyarakat hanya naik signifikan menjelang Lebaran karena adanya tunjangan hari raya (THR) atau bantuan sosial lain. Apabila hanya bergantung pada momentum tersebut, pertumbuhan ritel Indonesia sulit kembali menggeliat. “Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat regulasi harus membuat aturan yang dapat menjaga daya beli ini stabil,” kata Tutum.
Tutum menuturkan, ritel sudah berupaya menjalankan regulasi dari pemerintah, seperti perpajakan dan menjaga agar pasar tradisional tidak tergerus dengan ritel modern. Untuk itu, ia berharap, pemerintah dapat membantu ritel dengan mempertahankan daya beli masyarakat sepanjang tahun. Di antaranya, dengan membuka lapangan kerja semaksimal mungkin, sehingga mereka memiliki pendapatan.
Corporate Affairs GM Hero Supermarket Tony Mampuk menyebutkan, sebanyak 26 toko HERO sudah ditutup. "Para karyawan yang terdampak telah mendapatkan hak sesuai Undang-Undang Kementerian Tenaga Kerja RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," ujarnya, Ahad (13/1).
Hingga kuartal III 2018, perseroan mengalami penurunan penjualan dari Rp 9,96 triliun pada September 2017 menjadi Rp 9,84 trilliun. Hal ini menyebabkan HERO mengalami rugi per saham sebesar Rp 21 dari sebelumnya Rp 17.
Penurunan ini tidak terjadi tahun ini saja. Sejak 2015, HERO berjuang menekan penurunan penjualan. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, HERO memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 14,35 triliun. Nilai ini mengalami penurunan menjadi Rp 13,67 triliun pada 2016. Tak sampai di situ, penurunan penjualan kembali terjadi pada 2017 menjadi Rp 13,03 triliun.
Penurunan tersebut, kata dia, disebabkan oleh penjualan bisnis makanan yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Meski begitu, Tony menjelaskan bisnis nonmakanan tetap menunjukkan pertumbuhan cukup kuat.
Sampai 30 September 2018 perseroan mengoperasikan 448 toko yang terdiri dari 59 Giant Ekstra, 96 Giant Ekspres, 31 Hero Supermarket, 3 Giant Mart, 258 Guardian Health & Beauty, juga satu toko IKEA. Atas dasar itu, perusahaan meyakini keputusan melakukan efisiensi ini merupakan yang terbaik demi menjaga bisnis berkelanjutan. "Perusahaan kini sedang menghadapi tantangan bisnis. Maka kami mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga keberlangsungan usaha di masa mendatang," kata Tony.
Corporate Affairs GM Hero Supermarket Tony Mampuk.
HERO bukan toko ritel pertama yang terpaksa melakukan efisiensi terhadap gerai offline mereka. Sebelumnya, terdapat sejumlah toko ritel yang terpaksa memangkas jumlah toko seperti Matahari dan Ramayana.
Menanggapi hal ini, Chairman CT Corp Chairul Tanjung mengatakan, engusaha bisnis ritel harus mampu menyesuaikan model bisnis dengan perkembangan zaman. Menurutnya, saat ini terjadi persaingan sengit di industri tersebut.
"Bisnis modelnya mesti diubah. Karena kalau tidak berubah, ya pasti akan kalah dan kalau kalah ya mau tidak mau harus tutup," kata Chairul di Jakarta, Senin.
Seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran pola permintaan konsumen. Pelaku usaha pun diminta untuk menyesuaikan bisnis mereka sesuai permintaan pasar.
Terkait platform e-commerce, Chairul mengatakan itu bukan satu-satunya pilihan model bisnis. "Online hanya salah satu dari perubahan model bisnis," ujarnya.