Selasa 15 Jan 2019 10:30 WIB

Zimbabwe Naikkan BBM Hingga 150 Persen, Demonstrasi Ricuh

Pengunjuk rasa memblokade jalan-jalan utama di kota besar.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Emmerson Mnangagwa diambil sumpahnya sebagai presiden di Harare, Zimbabwe, Jumat (24/11).
Foto: Reuters
Emmerson Mnangagwa diambil sumpahnya sebagai presiden di Harare, Zimbabwe, Jumat (24/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BULAWAYO -- Ratusan pengunjuk rasa di Zimbabwe memblokade jalan-jalan utama di sejumlah kota besar pada Senin (14/1). Mereka memprotes kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 150 persen yang diumumkan oleh Presiden Emmerson Mnangagwa pada Sabtu (12/1).

Di selatan Kota Bulawayo, pengemudi bus komuter dan para aktivis memblokir jalan dengan membakar ban, ranting pohon, dan batu. Polisi anti-huru hara berusaha menghentikan demonstrasi di pinggiran barat Emakhandeni dan Luveve.

Mereka menembakkan tembakan peringatan dan gas air mata ke arah demonstran. Akan tetapi para pengunjuk rasa tetap melakukan kerusuhan.

Baca juga, Parlemen Zimbabwe Pertanyakan Hilangnya 15 Miliar Dolar AS.

Salah seorang demonstran, Glen Ncube (25 tahun) menyatakan kemarahannya pada pengumuman presiden tentang kenaikan harga BBM yang sangat signifikan. "Orang macam apa yang melakukan ini? Bisakah Mnangagwa disebut sebagai presiden? Dia membuat hidup kami susah dan polisi ini berusaha menghentikan kami seolah-olah mereka tidak tahu penderitaan kami," kata Ncube.

Pemerintah Zimbabwe telah bersumpah untuk mengambil tindakan keras terhadap pengunjuk rasa yang mengancam akan mengacaukan negara. Militer bahkan telah dikerahkan untuk membantu polisi.

Zimbabwe sedang mengalami krisis ekonomi terburuk dalam satu dekade ini. Mnangagwa mengumumkan kenaikan harga bensin dari 1,34 dolar AS per liter menjadi 3,31 dolar AS per liter. Sementara harga solar melonjak menjadi 3,11 dolar AS per liter.

Serikat buruh menyerukan mogok kerja nasional selama tiga hari sebagai bentuk protes. Aksi ini dilakukan tak lama setelah dokter-dokter junior mengakhiri mogok kerjanya selama 40 hari untuk menuntut pembayaran gaji dalam dolar AS dan kondisi kerja yang lebih baik.

Sejak jatuhnya dolar Zimbabwe akibat hiperinflasi pada 2008, negara itu menggunakan beberapa mata uang asing termasuk dolar AS. Zimbabwe juga menggunakan alat tukar pengganti lokal yang tidak populer yang disebut "nota obligasi".

Karena kekurangan valuta asing yang parah, sebagian besar transaksi harian dilakukan dalam bentuk obligasi dengan menggunakan dolar AS dan rand Afrika Selatan di perdagangan pasar gelap dengan inflasi.

Morrisson Nxulmalo (33), seorang warga Zimbabwe yang menganggur, mengatakan kepada Aljazirah bahwa dia siap melakukan aksi protes sampai pemerintah membatalkan kenaikan harga.

"Harga bahan bakar harus turun, kami tidak akan ke mana-mana sampai mereka menurunkannya. Pemerintahan ini berusaha untuk bermain-main dengan kami. Mereka dapat membawa gas air mata dan polisi, tetapi kami akan tetap di sini untuk memperjuangkan negara ini; saya tidak akan ke mana-mana," kata Nxulmalo.

Sebuah kompleks perbelanjaan di Entumbane telah dijarah oleh demonstran, yang mengincar makanan dan minuman serta minyak goreng. Sementara polisi terus berusaha menghentikan mereka untuk memasuki toko.

Di pusat Kota Bulawayo, para demonstran berbaris menuju pengadilan dan mengganggu jalannya sidang. Kerumunan semakin besar seiring dengan banyaknya warga yang bergabung dengan para aktivis untuk memprotes kenaikan harga BBM.

Kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan tarif komuter menjadi dua kali lipat. Sementara beberapa perusahaan juga tutup untuk melindungi saham dari penjarah.

Pemerintah Zimbabwe telah mengeluarkan pernyataan yang mengecam kerusuhan dalam demonstrasi itu dan menyebutnya sebagai aksi yang disponsori Barat.

"Rencana tidak konstitusional yang berani ini yang mendapatkan dukungan keuangan dari beberapa organisasi yang berbasis di Amerika dan Jerman, di antara negara-negara lain, merupakan ancaman serius bagi demokrasi kita yang terkonsolidasi, bagi aturan hukum di negara kita, dan bagi otoritas pemerintah dan negara," kata pernyataan itu.

Di Epworth, daerah berpenghasilan rendah di luar ibu kota Harare, empat orang dilaporkan ditembak oleh petugas keamanan dan delapan lainnya ditangkap. Laporan media dari Harare juga mengatakan polisi melakukan pencarian dari rumah ke rumah untuk mencari demonstran.

Markas besar oposisi Movement for Democratic Change Alliance berada di bawah pengawasan polisi. Pemimpin partainya, Nelson Chamisa, yang kalah tipis dari Mnangagwa dalam pemilu Juli lalu, telah meminta Mnangagwa untuk berdialog guna menemukan cara untuk menyelesaikan krisis ekonomi yang melumpuhkan negara itu.

Setelah adanya kudeta secara de facto pada November 2017, presiden lama Zimbabwe Robert Mugabe mengundurkan diri. Pemilu kemudian membuat Mnangagwa terpilih sebagai presiden. Ia telah berjanji akan melakukan perubahan ekonomi bagi negara Afrika yang miskin itu.

Namun, sejak pemerintahannya memperkenalkan pajak transaksi dua persen pada Oktober lalu, kesengsaraan Zimbabwe telah semakin memburuk dan inflasi telah melonjak menjadi dua digit sejak saat itu.

Mnangagwa saat ini berada di Moskow, Rusia, dalam turnya di Eropa Timur. Dia berharap dapat mengumpulkan investor dan mencapai kesepakatan dalam upaya membantu ekonomi Zimbabwe yang sedang jatuh. Senin (14/1) malam, Fastjet, sebuah maskapai penerbangan berbiaya rendah Afrika, membatalkan penerbangan yang ke dan dari Zimbabwe karena kerusuhan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement