REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, menerima suap sebesar Rp 2,250 miliar. Menurut Jaksa KPK, uang itu diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Terdakwa menerima hadiah berupa uang secara bertahap sejumlah Rp 2,250 miliar dari Johannes Kotjo," ujar jaksa Lie Putra Setiawan saat membacakan surat dakwaan tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (15/1).
Pada kasus ini, mantan Menteri Sosial ini didakwa bersama-sama mantan wakil ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar. Jaksa menduga, uang tersebut diberikan agar Eni dapat membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Rencananya, proyek itu akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources, dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo. Mulanya, Kotjo melalui Direktur PT Samantaka Batubara, Rudy Herlambang, mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero soal rencana pembangunan PLTU.
Namun, karena tidak ada kelanjutan dari PLN Kotjo menemui Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Setya Novanto. Ia meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN. Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang membidangi energi di Komisi VII DPR RI.
Lalu, sambung jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN, Sofyan Basir. Hal tersebut dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU. Menurut jaksa, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham.
Idrus yang saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar karena Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan KTP-el diduga berperan atas pemberian uang dari Kotjo. Uang yang diduga digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Idrus pun disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni saat mengikuti pemilihan kepala daerah. Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang No. 31/1999 sebagaimana diubah dalam (UU) No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.