REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bendahara Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Berlinton Siahaan, menjalani pemeriksaan selama sembilan jam di Polda Metro Jaya terkait kasus mafia skor di Liga 2 dan Liga 3. Usai pemeriksaan, ia menjelaskan masih harus menyerahkan data-data pengeluaran uang dalam internal PSSI.
Pemeriksaan dilakukan seputar bagaimana keluarnya uang yang diberikan oleh PSSI, jika memang ada yang membutuhkan. "(Pemeriksaan) soal keluar masuk uang di PSSI, prosedur pengeluaran uang itu harus ada, kami mengelola itu. Jika ada permintaan departemen, pasti akan kami keluarkan. Itu yang kami jelaskan," kata Berlinton usai pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Senin (14/1) malam.
Lebih lanjut, ia mengatakan seluruh pertanyaan berjumlah 27 pertanyaan, dan pertanyaan memang spesifik dikhususkan soal cara pengeluaran uang di PSSI. Ia juga menjelaskan sesuai dengan fungsinya sebagai bendahara umum yaitu mengelola. Direktur Utama Liga Indonesia baru itu, juga menjawab dengan tegas terkait organisasinya seperti apa, lalu dalam keuangan yang menyangkut pihak lain itu seperti apa.
"Ada data atau permintaan akan kami serahkan, dengan semuanya akan kami serahkan," jelasnya.
Sebelumnya, Bendahara Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Berlinton Siahaan, memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya pada Senin (14/1). Ia diperiksa terkait kasus mafia skor dalam pertandingan Liga 2 dan Liga 3. Berlinton mendatangi Polda Metro Jaya sekitar pukul 11.30 WIB, dengan didampingi pengacaranya.
"Ya (sudah tiba di Polda Metro Jaya), bersama pengacaranya," ujar Ketua Tim Media Satgas Anti-Mafia Bola Kombes Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Senin (14/1).
Satgas Anti-Mafia Sepakbola sejauh ini telah menetapkan lima tersangka untuk dugaan pengaturan skor pada Liga 2 dan Liga 3 musim 2018. Tersangka itu antara lain, Anggota Komite Eksekutif (Exco) Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) Johar Lin Eng, mantan Komisi Wasit Priyanto beserta anaknya Anik Yuni, anggota Komisi Disiplin PSSI Dwi Irianto, serta wasit utama Liga 2 dan Liga 3, Nurul Safarid.
Kelima tersangka itu dijerat dengan pasal tindak pidana penipuan atau suap, dan pencucian uang, sebagaimana diatur Pasal 378 dan Pasal 372 KUH Pidana juncto Undang-Undang Nomor 11 Taun 1980 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).