Rabu 16 Jan 2019 05:15 WIB

Produk Ilegal Marak, BPOM: UU POM Harus Segera Diterbitkan

BPOM berhasil menindak peredaran obat dan makanan ilegal mencapai Rp 161,48 miliar

Ilustrasi petugas Badan Pengawasan Obat dan makanan (BPOM) melakukan pemusnahan produk ilegal.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Ilustrasi petugas Badan Pengawasan Obat dan makanan (BPOM) melakukan pemusnahan produk ilegal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan pihaknya memerlukan terbitnya Undang Undang Pengawasan Obat dan Makanan (UU POM). Keberadaan UU tersebut akan memperkuat penindakan terhadap peredaran obat dan makanan ilegal.

"Saat ini BPOM terus memperkuat diri melalui penyusunan Rancangan UU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang tengah berproses di DPR RI," kata Penny di Jakarta, Selasa (15/1).

Ia mengatakan UU POM itu penting karena terkait pengembangan, pembinaan dan pemfasilitasan industri obat dan makanan. Secara langsung atau tidak, akan meningkatkan daya saing efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan serta perkuatan fungsi penegakan hukum di bidang obat dan makanan.

Menurut dia, UU POM salah satunya akan memperkuat Kedeputian IV Bidang Penindakan BPOM dalam melakukan eksekusi atas pelanggaran-pelanggaran hukum di ranah obat dan makanan yang mungkin terjadi.

Dengan kata lain, regulasi tersebut akan menjadi instrumen yang menguatkan penindakan oleh BPOM di lapangan, termasuk untuk melakukan sinergi dengan Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) yang strukturnya ada di kepolisian.

Polri berkedudukan sebagai Korwas untuk semua PPNS sehingga dengan UU POM nantinya agar BPOM memiliki keleluasaan yang lebih dalam melakukan penindakan karena sejauh ini ruang geraknya masih terbatas.

"Alasannya, penindakan pelanggaran hukum terkait obat dan makanan sangat tergantung dari Polri sehingga bisa memakan waktu yang relatif panjang," katanya.

Inspektur Utama BPOM Reri Indriani mengatakan lembaganya saat ini memiliki keterbatasan dalam melakukan penindakan tanpa UU POM. Untuk pembahasan RUU POM itu, dia mengatakan saat ini masih dibahas di DPR, diharapkan pada 2019 naskah yang sudah masuk Prolegnas itu selesai di parlemen sehingga bisa dibahas bersama pemerintah sehingga segera menjadi undang-undang.

"Ada keterbatasan dalam upaya paksa kita dalam penindakan berkoordinasi dengan Korwas PPNS, agar nanti dengan penguatan kewenangan PPNS dari BPOM ini maka bisa memperkuat dan mempercepat pengawasan kita kepada masyarakat," kata dia.

Kendati UU POM itu terkait dengan penindakan, Reri mengatakan regulasi juga terkait dengan penguatan pembinaan obat dan makanan. "Tapi kita juga mempercepat upaya pembinaan, sebagai tugas dan upaya yang dilakukan BPOM," katanya.

BPOM mencatat pengawasan dalam empat tahun terakhir tergolong baik sehingga perlu dikuatkan lagi. Menurut Kepala BPOM Penny, dalam kurun waktu tersebut BPOM berhasil melakukan penindakan terhadap peredaran obat dan makanan ilegal mencapai Rp 161,48 miliar.

Kemudian penindakan juga mencatat jumlah perkara kejahatan sebanyak 1.103 perkara dengan 602 di antaranya sudah diselesaikan (51,35 persen). "Angka yang besar itu di sisi lain bisa menjadi catatan bahwa semakin banyak ditemukan kasus atau bisa jadi jumlah kejahatan yang meningkat. Tentu ini menjadi perhatian kita bersama," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement