Selasa 15 Jan 2019 17:32 WIB

Tarif Pesawat Naik, YLKI: Maskapai Gagal Paham Konsumen

Waktu kenaikan harga dinilai tidak tepat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jumat (21/9).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jumat (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengomentari kenaikan tarif pesawat yang terjadi belakangan ini. YLKI memandang maskapai gagal memahami konsumen karena waktu kenaikan tidak tepat.

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan memang tak ada pelanggaran Tarif Batas Atas (TBA) pada kenaikan kali ini. Ia pun mendukung ketentuan TBA karena melindungi konsumen dan maskapai. Tapi, kenaikan kali ini, kata dia cenderung terlalu mendadak.

Baca Juga

"Masyarakat shock tapi maskapai gagal paham psikologi konsumen. Dalam harga enggak semata langgar (tarif batas atas, Rep) atau tidak, tapi ada hal yang diperhatikan karena masyarakat biasa murah, pas dicabut (harga murah, Red) ya sakit. Dipicu diskon terlalu tinggi pas dicabut sakit," katanya pada wartawan dalam diskusi, Selasa (15/1).

Ia curiga ketika tarif pesawat naik bersamaan. Ia khawatir adanya praktek kartel hingga tarif bisa naik secara bersamaan. "Apakah jangan-jangan ada kartel, oligopoli. Feeling KPPU bisa dibidik ini. Naik bareng kan ada kesepakatan 'jahat'," ujarnya.

Dalam hal penetapan bagasi berbaya, ia menganggap makin membebani masyarakat. Bahkan ia menuding hal tersebut sebagai kenaikan terselubung.

Ia mengingatkan bila biaya naik pesawat terlalu tinggi, maka dikhawatirkan konsumen pesawat akan turun. "Berarti kenaikan terselubung. Tarif naik, bagasi berbayar. Bisa jadi bumerang karena penumpang tinggalkan pesawat ke moda transportasi lain," ucapnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement