REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Beredarnya hoaks menimbulkan tanda tanya besar yakni bagaimanakah sebuah berita bohong begitu cepat menyebar?
Kepala Satgas Nusantara Polri Irjen Polisi Gatot Edi Pramono mengatakan berdasarkan catatan kepolisian, sebagian besar informasi hoaks dimulai penyebarannya melalui grup pesan singkat "WhatsApp".
"Hoaks dimulai dari grup 'WhatsApp' yang terenkripsi kemudian masuk ke media sosial dan televisi, itulah yang terjadi," ujar Gatot dalam suatu diskusi publik di Jakarta, Selasa (15/1).
Dia menjelaskan, penyebaran hoaks dengan pesan singkat dalam jaringan paling banyak terjadi di Indonesia mengingat jumlah penduduk yang menggunakan telepon seluler berjumlah 174 juta dan yang langsung terhubung dengan internet 104 juta.
Menurut dia, tTingginya jumlah pengguna telepon seluler yang terhubung langsung dengan internet menjadikan masyarakat Indonesia harus mampu memfilter berita.
"Itu menjadi tantangan kita bersama, apalagi mengingat struktur sosial di Indonesia yang didominasi masyarakat kelas bawah dengan literasi yang rendah," ujar Garot.
Gatot mengimbau masyarakat tidak lekas percaya dan menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya, apalagi bila informasi tersebut disebarkan melalui pesan singkat
"Kalau menerima informasi jangan langsung disebarkan, tapi kita harus tabayun dulu," katanya.
Lebih lanjut Gatot mengatakan Indonesia bisa meniru Malaysia atau Jerman yang memberikan sanksi bagi pemilik platform media sosial yang tidak bertanggung jawab dengan konten yang terdapat di dalamnya.
Gatot menceritakan bila terdapat platform di Jerman dengan konten yang berisi hoaks atau ujaran kebencian, akan mendapat teguran dari pemerintah setempat dan diminta untuk menurunkan konten tersebut, atau pemilik platform akan dikenai sanksi.
"Ini sebagai salah satu cara bahwa semua pihak harus bertanggung jawab atas penyebaran berita, di Indonesia seharusnya bisa seperti itu," kata Gatot.