Rabu 16 Jan 2019 07:03 WIB

Jutaan Warga Lampung Masih Hidup Miskin

Penduduk miskin NTB masih di 14,63 persen atau 735.620 orang per September 2018.

Pemuda miskin (ilustrasi).
Foto: wikimedia.org
Pemuda miskin (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mursalin Yasland, Muhammad Nursyamsyi

BANDAR LAMPUNG – Jutaan warga Provinsi Lampung masih hidup dalam kemiskinan. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, angka kemiskinan Lampung sebesar 13,01 persen atau 1.091.600 jiwa pada September 2018. Meski begitu, angka tersebut sedikit turun dibanding data Maret 2018, yaitu 1.097.050 jiwa warga miskin atau 13,14 persen.

“Selama periode Maret–September 2018 telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sekitar 5,45 ribu jiwa,” kata Kepala BPS Provinsi Lampung Yeane Irmaningrum di Bandar Lampung, Selasa (15/1).

Ia mengatakan, angka kemiskinan di Provinsi Lampung tersebut masih lebih tinggi dibandingkan angka nasional yang jumlahnya sebesar 9,66 persen. Sejak Maret 2016, ia mengatakan, persentase kemiskinan di Lampung mengalami penurunan tren. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah dalam mengurangi angka kemiskinan tepat sasaran.

Menurut dia, meskipun pada periode Maret 2018 terjadi kenaikan persentase kemiskinan di Lampung, angka kemiskinan kembali turun pada periode September 2018. Hal ini tidak sejalan dengan yang terjadi pada tingkat nasional sehingga gap antara angka kemiskinan nasional dengan Lampung makin melebar.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, BPS mendata penduduk miskin terkonsentrasi di pedesaan dengan tingkat kemiskinan sebesar 14,73 persen. Cukup jauh terpaut dengan kemiskinan di perkototaan, yang hanya sebesar 9,06 persen. Dari sisi jumlah penduduk miskin juga terdapat perbedaan yang signifikan, yakni 230.200 jiwa di perkotaan dan 861.400 jiwa di daerah pedesaan.

Yeane mengatakan, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi garis kemiskinan karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluargan per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Makin tinggi garis kemiskinan, makin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin, jika tidak terjadi peningkatan pendapatan.

Selama periode Maret–September 2018, garis kemiskinan naik Rp 7.574 atau 1,88 persen, yakni dari RP 402.307 per kapita per bulan pada Maret 2018 menjadi Rp 409.881 per kapita per bulan pada September 2018.

Dengan turunnya angka kemiskinan, mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan sebagian penduduk miskin, khususnya mereka yang berada di sekitar garis kemiskinan sudah mampu mengimbangi kenaikan harga saat garis kemiskinan mengalami kenaikan.

Ia mengatakan, peranan komoditas makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan bukan makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan dalam pembentukan garis kemiskinan. Pada Maret 2018, sumbangan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 74,88 persen.

Hal itu sama dengan periode September 2018. “Artinya, perubahan harga komoditas makanan dan nonmakanan pada dua masa tersebut tidak terlalu jauh berbeda,” katanya.

Sementara, BPS Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebutkan, penduduk miskin NTB masih di 14,63 persen atau 735.620 orang per September 2018. Sama seperti Lampung, angka itu turun sedikit dari periode Mei 2018, yaitu 737.460 orang atau 14,75 persen.

"Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin NTB mengalami penurunan. Namun, kalau diamati setiap periode, penurunan penduduk miskin bersifat fluktuatif dan poin penurunannya bervariasi," kata Kepala Bidang Statistik Distribusi, BPS NTB, Lalu Putradi, Selasa (15/1).  (ed: ilham tirta)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement