Rabu 16 Jan 2019 06:43 WIB

Cicit Jalaluddin Rumi Berkisah tentang Keluarga Sang Maestro

Rumi mewarisikan khazanah intelektual dan spiritual yang menginspirasi dunia.

Jalaluddin ar-Rumi (ilustrasi).
Foto: quantummethod.org
Jalaluddin ar-Rumi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Jalaluddin ar-Rumi, sosok legendaris yang hidup pada abad ke-12 dikenal sebagai maestro di dunia tasawuf, sastra, dan olah rasa. Tak hanya masyhur di kalangan umat Islam, ketenarannya pun mendunia dan dikenal secara luas. Karya-karyanya juga mengilhami para pegiat sastra, akademis, dan pelaku tasawuf seantero dunia hingga saat ini. Seperti apakah kehidupan anak-cucu keturunan Sang Maestro?

Isyin Jalaby, cicit Rumi generasi ke-22, menuturkan bagaimana kehidupan keluarga besar Rumi, kepada Daily Sabah, Turki. Isyin menegaskan, segenap keluarga besarnya tentu memikul tanggung jawab besar dalam mewarisi gen dan warisan intelektual buyutnya tersebut. 

Layaknya keluarga Turki lainnya, keluarga besar Rumi juga dibesarkan dalam prinsip agama dan nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-menurun. Hal itu ditambah dengan pemikiran dan pendidikan Rumi yang masih dipertahankan dari generasi ke generasi.  

Ada dua doktrin utama yang benar-benar ditekankan dalam keluarga besar Rumi, yaitu pertama prinsip bahwa anak cucu keturunan Rumi harus tidak boleh berbuat satu kesalahan dan kedua wajib menghormati darah ‘biru’ yang mengalir di tubuh mereka. 

Isyin menjelaskan, dia bertemu dengan banyak orang di Barat terinspirasi pemikiran Rumi lalu memutuskan memeluk Islam, tak terkecuali sejumlah pendeta Katolik yang sangat mengagumi Rumi.

Sebagian dari mualaf itu lantas berangkat menunaikan haji atau umrah. “Rumi adalah sosok yang mempertahankan keseimbangan antara rasionalitas filsafat dan intuisi bertasawuf,” tutur dia. 

Isyin mengingatkan, dunia saat ini sedang menghadapi masa sulit yang tak jauh beda dengan masa-masa Rumi hidup, di bawah penguasaan Mongolia. Dia mengajak kembali kepada prinsip dan nilai-nilai luhur agar mampu menghadapi berbagai cobaan sulit masa sekarang.   

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement