Rabu 16 Jan 2019 10:47 WIB

Impor Gula Mentah Tahun Ini Mencapai 2,7 Juta Ton

Angka impor gula turun 12 persen dibandingkan 2018.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Puluhan ton gula rafinasi menumpuk di gudang distributor/pedagang di sekitar Pelabuhan Cirebon, Kamis (3/8).
Foto: dok. APTRI Jabar
Puluhan ton gula rafinasi menumpuk di gudang distributor/pedagang di sekitar Pelabuhan Cirebon, Kamis (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kementerian Perindustrian memproyeksi kebutuhan gula kristal rafinasi (GKR) untuk sektor industri makanan dan minuman serta industri farmasi naik sebesar 5-6 persen per tahun. Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono dalam siaran pers, Rabu (16/1) mengatakan impor gula mentah yang akan diolah menjadi GKR dalam rangka memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman hanya 2,8 juta ton pada tahun 2019.

Angka ini turun sekitar 12,5 persen dibandingkan tahun 2018. Namun pertumbuhan industri makanan dan minuman pada 2019, diprediksi tetap naik di atas 8 persen. 

“Impor gula mentah selama ini didatangkan dari India, Thailand, Australia, dan Brasil,” kata Sigit.

Sigit menambahkan, pemerintah berupaya menekan volume impor dengan menggenjot investasi industri gula terintegrasi dengan kebun. Saat ini, sudah ada tiga investor yang menyatakan berkomitmen berinvestasi di sektor ini. 

“Pabrik gula terintegrasi yang selesai baru satu dari tiga yang saat ini sedang melakukan investasi,” ujar Sigit.

Pada periode Januari-September 2018, industri makanan dan minuman tumbuh mencapai 9,74 persen. Sedangkan industri farmasi tumbuh 7,51 persen pada kuartal I tahun 2018. 

Sigit menjelaskan, kinerja positif yang akan dicatatkan industri makanan dan minuman di tahun politik ini karena adanya kegiatan Pileg dan Pilpres serentak pada 17 April 2019. Momentum ini dinilai bakal membuat lonjakan terhadap konsumsi produk makanan dan minuman.

“Sementara itu, kami perkirakan pertumbuhan industri farmasi mampu menembus level 7-10 persen di tahun 2019. Selain dipacu peningkatan investasi, kinerja positif industri farmasi terkatrol dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” kata Sigit.

Adapun program JKN masih menjadi magnet bagi investor untuk ekspansi, karena dapat meningkatkan permintaan di pasar domestik. Dengan demikian, dalam menjaga keberlanjutan produktivitas di sektor industri, Kemenperin terus berupaya memastikan ketersediaan bahan baku. 

Selama ini, aktivitas manufaktur konsisten memberikan efek berantai bagi perekonomian nasional, di antaranya melalui peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor. Salah satunya adalah kebutuhan GKR. 

Pada tahun 2018, realisasi penyaluran GKR untuk industri makanan dan minuman, serta farmasi sebesar 3,0 juta ton, yang dipenuhi oleh pabrik GKR yang mengolah gula mentah (raw sugar/RS) impor sebesar 3,2 juta ton.

Menurut Sigit, rekomendasi impor yang dikeluarkan Kemenperin berupa impor gula mentah diberikan kepada industri yang mengolah gula mentah menjadi GKR. Pengolahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri makanan dan minuman, serta farmasi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement