REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, siap memberikan kesaksian ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap proyek Meikarta. Itu setelah adanya pengakuan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah pada persidangan, Senin (14/1), yang menyatakan dirinya pernah diminta Tjahjo Kumolo membantu pengurusan izin Meikarta.
"Dengan munculnya telepon ini, kalau saya diperlukan kesaksian, saya siap hadir," ujar Tjahjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/1).
Tjahjo menjelaskan, perintah telepon yang ia lakukan kepada Neneng untuk membantu pengurusan izin Meikarta. Saat itu, menurut Tjahjo, ada persoalan dalam pengurusan izin Meikarta, yakni perbedaan persepsi antara Pemerintah Jawa Barat dengan Pemerintah Kabupaten Bekasi. Menurut Tjahjo, kewenangan perizinan proyek pengembangan properti tersebut merupakan kewenangan Pemkab Bekasi dan Pemprov Jawa Barat.
Tjahjo mengungkap, Kementerian Dalam Negeri sempat dipanggil oleh DPR dan diminta untuk segera mengundang rapat pihak terkait. Sehingga, Kemendagri pun memfasilitasi pertemuan kedua instansi untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Di forum rapat itulah saya dilapori, kemudian saya telepon dengan dirjen, 'sudah beres?' (dijawab) 'sudah'. Saya telepon bupati 'ya sudah laksanakan, dengan baik. Tolong dibantu supaya cepat perizinannya sesuai dengan aturan yang ada," ujar Tjahjo.
Saat itu juga, Neneng menjawab bahwa sudah menyelesaikan urusan perizinan sesuai dengan aturan yang ada. "Dijawab dengan yang bersangkutan 'ya sesuai dengan aturan yang ada, sudah selesai," kata Tjahjo.
Namun, ia menegaskan, bukan kewenangan Kemendagri jika persoalan pengurusan izin tersebut kemudian berujung kasus suap di KPK "Itu bukan kewenangan kami, soal penjelasan kemendagri mengenai rapat itu Dirjen kami sudah dua kali dipanggil KPK, clear," kata Tjahjo.
Menurutnya, tidak ada makna lain dari penggunaan kata tolong dibantu yang ia maksudkan kepada Neneng. Sebab, selama ini, ia juga kerap meminta kepada Pemerintah daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota untuk segera menyelesaikan pengurusan izin di daerahnya masing-masing.
"Ya kan bahasa, tolong dibantu ya ini kan sudah selesai semua, biar cepat, gitu aja, menyangkut investasi daerah. Hampir semua gubernur bisa anda tanya, sering saya undang, menyangkut urusan investasi, ada gubernur atau walikota yang datang ke kantor," ujar Tjahjo.
Tjahjo sebelumnya disebut dalam persidangan dugaan suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat. Tjahjo, menurut Neneng meminta tolong kepada dirinya untuk membantu pengurusan perizinan Meikarta."Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'Tolong perizinan Meikarta dibantu'," ujar Neneng dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/1).
Dia juga mengaku diminta datang ke Jakarta untuk bertemu Sumarsono. Permintaan untuk datang ini terkait dengan hasil rapat pleno bersama mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar. Dalam rapat pembahasan izin pemanfaatan penggunaan tanah (IPPT), Deddy meminta agar perizinan pembangunan seluas 84,6 hektare ditunda terlebih dahulu. Luasan proyek tersebut membutuhkan rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.
"Saat itu (dipanggil ke Jakarta), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menelepon Pak Soemarsono, berbicara sebentar, kemudian telepon Pak Sumarsono diberikan kepada saya, dan Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'Tolong perizinan Meikarta dibantu'," katanya.
Neneng pun mengiyakan permintaan Tjahjo. Namun, kata Neneng, hal itu harus sesuai dengan aturan yang berlaku. "Saya jawab, 'baik Pak yang penting sesuai dengan aturan yang berlaku'," katanya. Dalam sidang itu, Neneng mengatakan, Sumarsono akan memfasilitasi pertemuan antara Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi, dan PT Mahkota Sentosa Utama selaku pengembang Meikarta.