REPUBLIKA.CO.ID, PROBOLINGGO -- Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan stok pangan strategis seperti beras, jagung, bawang merah, cabai dan daging ayam dalam negeri aman. Di era pemerintahan Jokowi-JK, terbanyak menyelesaikan mafia pangan, sehingga sampai saat ini, harga komoditas ini berada dalam kondisi terkendali dan sektor pertanian berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal itu dikatakan Amran saat melakukan panen jagung di Desa Randu Merak, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (16/1). Hadir Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jatim, Hadi Sulistyo dan para petani jagung.
Menurut Amran, panen ini membuktikan ketersediaan jagung dalam negeri hingga saat ini aman. Sebab, empat tahun lalu, Indonesia impor jagung dari Argentina dan Amerika sebanyak 3,5 juta ton nilainya Rp 10 triliun. Kemudian pada 2018, Indonesia kembali impor jagung 100 ribu ton.
"Tapi kita ekspor jagung 2018 sebanyak 380 ribu ton. Artinya di 2018 produksi jagung surplus. Jadi kita harus fair, jangan menghukum petani-petani kita. Aku sangat cinta petani," ujarnya.
Terkait harga jagung, Amran menyampaikan sesuai dengan perintah Presiden Jokowi, harga jagung di tingkat petani tidak boleh di bawah Rp 3.150 per kg. Perum Bulog telah diperintahkan untuk menyerap jagung petani dengan harga tersebut agar petani ke depan tidak merugi.
"Perintah Bapak Presiden, Bulog harus membeli jagung petani Rp 3.150 per kilogram. Tidak boleh di bawah harga ini. Bulog tolong serap cepat, jangan serap dari luar negeri. Kita harus lindungi petani," tegas Amran.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi Jatim, perkiraan luas panen jagung Provinsi Jatim pada Januari 2019 sebesar 17.286 ha, khususnya kabupaten probolinggo sebesar 3.000 ha. Dari luas panen tersebut, produksi jagung Jatim pada Januari sebesar 102.779 ton pipilan kering sedangkan produksi Jagung Kabupaten Probolinggo 21.000 ton dengan rata-rata produksi 7 ton/ha pipilan kering.
"Petani-petani jagung sudah mulai memasuki masa panen di awal 2019. Ini bukti kita punya jagung. Bulog segera serap, isi gudangnya dengan jagung dari petani,"ujar Amran.
Perkiraan Panen Periode Februari - Maret 2019
Dari 38 Kabupaten di Jawa Timur, diperkirakan potensi panen jagung pada Februari 2019 mencapai 273.564 ha dengan perkiraan produksi mencapai 1,2 juta ton pipilan Kering. Kemudian Maret perkiraan luas panen 175.011 ha dengan potensi produksi 636.610 ton Pipilan Kering.
"Februari akan menjadi puncak panen jagung di Jawa Timur. Jika ditotal panen jagung Januari hingga Maret mencapai 465.861 ha dengan produksi mencapai 1,94 juta ton. Ini ketersediaan jagung yang luar biasa. Kebutuhan peternak layer mandiri bisa kita penuhi sendiri," tutur Amran.
Perlu diketahui, pada 2018, produksi jagung Provinsi Jawa Timur surplus 6,42 juta ton. Surplus ini diperoleh dari luas panen 1,17 juta ha dengan produksinya sebesar 6,54 juta ton, sementara kebutuhan jagung 2018 mencapai 122.724 ton.
Selain melalukan panen jagung, Mentan Amran juga menyerahkan sejumlah bantuan berupa benih sebanyak 2 ton padi Dan 75 ton benih jagung bantuan pusat (untuk 5 ribu Ha) kepada petani.
"Bantuan ini diharapkan akan meningkatkan produksi jagung, sehingga target produksi 33 juta ton di 2019 dapat tercapai," kata Amran.
Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari mengatakan luas panen jagung saat ini di Kecamatan Paiton 600 ha dari prediksi panen sampai akhir Januari di Kabupaten Probolinggo 2.075 ha. Produktivitaa mencapai 8 ton/ha pipilan kering.
"Hampir 75 persen dari 1 juta jiwa mayoritas menjadi petani. Kehadiran Bapak Menteri, kami akui memberikan semangat bagi petani kami menjadi profesional. Empat tahun lalu hadir di Probolinggo, tanam bawang. Kini terbukti, Probolinggo menjadi penghasil bawang merah," ujar Puput.
Kinerja 4 Tahun Sektor Pertanian untuk Swasembada Pangan
Mentan Amran menambahkan, pada 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada beras. Padahal saat itu Indonesia masih mengimpor beras 414 ribu ton. Menurut FAO (1999), suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional. Artinya Indonesia dalam empat tahun terakhir sudah bisa berswasembada beras.
"Kemudian dari 2016 sampai 2018 pun beras surplus. Pada 2016 dan 2017 tidak ada impor, kalau impor 2016 itu limpahan impor 2015. Kemudian 2018 beras surplus 2,85 juta ton. Ini berdasarkan data resmi dari BPS, adapun impor 2018 sebagai cadangan," ujar Amran.
"Ada yang menarik, di 1984, jumlah penduduk Indonesia 100 juta jiwa, sementara sekarang mencapai 260 juta jiwa. Artinya naik dua kali lipat. Dengan demikian, masalah swasembada beras sudah selesai. Ini yang harus dipahami, supaya masyarakat tidak dibuat bingung," pintanya.
Amran pun menekankan, pembangunan pertanian tidak hanya mengurus beras, akan tetapi sektor pertanian memiliki 460 komoditas yang harus dijaga siang malam. Menariknya, ekspor komoditas pertanian 2018 melejit yakni 29,7 persen.
"Kemudian stok beras sebagai cadangan saat ini 2 juta ton. Cadangan itu, kalau stok intinya tidak ada masalah, nanti tidak akan dipakai. Standar cadangan beras nasional 1 juta ton, artinya cadangan beras kita sekarang 2 kali lipat," jelasnya.
Kemudian, lanjut Amran, berdasarkan data BPS, stok beras yang berada di rumah tangga mencapai 8 sampai 9 juta ton. Dengan demikian, jika ditambah stok beras di Bulog 2 juta ton, stok beras nasional saat ini mencapai 10 sampai 11 ton. Jika konsumsi beras nasional 2,5 juta ton, artinya stok beras yang kita punya bisa mencukupi kebutuhan selama 4 bulan.
"Kemudian, kita masih punya produksi padi dari standing crop atau yang tanaman padi yang berdiri hari ini 3,88 juta ha, jika produktivitas 5,3 ton per ha, menghasilkan beras 20 juta ton gabah kering giling, kalau dibagi 2, menghasilkan beras 10 juta ton. Total beras ini mampu mencukupi kebutuhan 4 bulan. Dengan demikian, stok beras aman hingga 8 bulan ke depan," tegas Amran.
Harus dicatat juga, tegas Amran, Kementan terus mendorong transformasi pertanian dari pertanian tradisional ke pertanian modern. Dengan modernisasi target peningkatan produksi hasil pertanian menjadi lebih visibel untuk diwujudkan.
"Artinya setiap hari terjadi olah tanah, tanam dan panen. Jangan dibayangkan pertanian Indonesia seperti 30 tahun lalu. Makanya penduduk 2 kali lipat dari 1984, kita bisa memberi makan," ucapnya.
Terkait harga beras, Amran menampik pihak yang mengatakan harga beras Indonesia tertinggi di dunia. Padahal, menurut data FAO, harga beras Indonesia berada di posisi 84 dari seratus lebih negara. Dengan demikian, harga beras Indonesia berada diposisi terendah dan harga beras paling tinggi yakni Jepang.
"Harga beras di Jepang mencapai Rp 57 ribu per kilogram. Jadi jangan lagi polemik. Kalau produsen beras, 2017 Indonesia nomor 3 dunia. Catat ya, ini data FAO," sebutnya.
Ada pun beras selalu menjadi polemik, Amran menjelas karena olah banyak mafia pangan. Namun demikian, di era pemerintahan Jokowi-JK, Kementan bersama Panglima TNI, Kapolri, KPPU dan Bulog terbanyak menyelesaikan mafia pangan. Yakni sebanyak 409 mafia pangan sudah dikirim ke penjara dan yang sedang proses hukum sebanyak 782 perusahaan telah ditindak dengan tegas.
"Sebanyak 15 sudah diblacklist dan sebentar lagi akan ditambah 21 perusahaan. Aku tidak biarkan mafia pangan berkeliaran di Indonesia. Ini dicatat ya. Jangan petani di atasnamakan, marahan nanti petani dan anda kualat. Tidak ada kompromi bagi mafia pangan, aku beresin, ini perintah Bapak presiden. Sebab ketahan pangan menyangkut ketahanan negara," jelasnya.
Lebih lanjut Amran menegaskan kebijakan Kementan dalam 4 tahun tidak hanya mampu meningkatkan produksi, tetapi juga mampu menyumbang capaian positif secara signifikan pada sejumlah indikator ekonomi dan kesejahteraan. Bahkan selain berhasil swasembada padi dan jagung, Kementan juga telah berhasil swasembada bawang merah, cabai, ekspor domba dan daging ayam.
"Indonesia pertama kali dalam sejarah, berhasil ekspor daging ayam olahan ke Jepang, ekspor domba ke Malaysia menggantikan Australia sebagai importir Malaysia. Jadi tuntas ya, kita sudah selesaikan dan ekspor banyak komoditas pertanian," tegasnya.
Berdasarkan data BPS, Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian meningkat 47,2 persen dari Rp 994,8 triliun pada 2013 menjadi Rp 1.463,9 triliun pada 2018, dengan total akumulasi kenaikan Rp 1.375,2 triliun selama 2013-2018 atau lebih dari separuh dari Belanja Negara pada APBN 2018.
Dari faktor ekspor dan investasi, terlihat pembangunan pertanian juga sangat baik. Nilai ekspor pertanian meningkat 29,7 persen dari Rp 384,9 triliun pada 2016 menjadi Rp 499,3 triliun pada 2018, dengan total nilai ekspor Rp 1.764 triliun selama 2015-2018.
"Sementara nilai investasi pertanian meningkat 110,2 persen dengan total nilai investasi Rp 270,1 triliun selama 2013-2018," kata Amran.
Sementara itu, Amran menambahkan terkait indikator kesejahteraan, sektor pertanian berkontribusi sangat signifikan. Inflasi bahan makanan/pangan turun dari 10,57 persen pada 2014 menjadi 1,26 persen pada 2017, menunjukkan bahwa produksi pangan mampu menekan harga pangan. Namun demikian rendahnya inflasi pangan tidak mengorbankan kesejahteraan petani.
"Dengan inflasi pangan yang rendah dapat dikatakan harga pangan secara umum bisa ditekan, tapi daya beli petani tetap naik dan kesejahteraan tetap petani semakin meningkat," pungkas Amran