REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov membantah bahwa negaranya telah mengultimatum Jepang terkait sengketa wilayah Kuril Selatan. Ia hanya meminta Jepang mengakui hasil Perang Dunia II.
"Mengakui hasil Perang Dunia II bukanlah ultimatum atau prasyarat. Itu adalah faktor yang tak terhindarkan dan tak tergantikan dalam sistem internasional saat ini," kata Lavrov dalam konferensi pers tahunannya pada Rabu (16/1), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.
Lavrov menjelaskan, ketika Jepang bergabung dengan PBB, negara itu menandatangani Piagam PBB. Pasal 107 Piagam PBB menyatakan bahwa hasil Perang Dunia II tidak dapat ditinjau.
"Inilah sebabnya kami tidak menuntut apa pun, kami hanya meminta Jepang bertindak sesuai dengan kewajiban mereka di bawah Piagam PBB, Perjanjian San Francisco, dan sejumlah dokumen lainnya," ujar Lavrov.
Dia mengetahui undang-undang Jepang mengabadikan istilah "Wilayah Utara" untuk merujuk Kuril Selatan. Menurut Lavrov, tidak ada yang pernah membuat perjanjian tentang pengembalian wilayah-wilayah itu. "Hal tersebut secara langsung bertentangan dengan kewajiban Jepang berdasarkan Piagam PBB," ucapnya.
Lavrov menilai Rusia dan Jepang masih harus menempuh jalan panjang untuk menjadi mitra sejati di panggung internasional. Hal itu terlebih mengingat kedua negara masih terlibat memperselisihkan wilayah Kuril Selatan selama beberapa dasawarsa terakhir.
"Kami masih jauh dari kemitraan dalam urusan global, kami masih jauh dari mencapai pemahaman tentang perlunya mencari pendekatan konstruktif yang akan membawa posisi kita lebih dekat, daripada saling menyalahkan," kata Lavrov.
Jepang dan Rusia berada di kubu yang bertentangan pada Perang Dunia II. Jepang menjadi sekutu Nazi Jerman dan Italia, sementara Rusia tergabung dengan sekutu Inggris, Prancis, serta Amerika Serikat (AS).
Setelah sekutu memenangkan Perang Dunia II, Jepang dan Rusia belum menandatangani perjanjian damai. Kedua negara hanya menyepakati Deklarasi Bersama 19 Oktober 1956. Deklarasi itu menjadi simbol berakhirnya konfrontasi antara Jepang dan Rusia.
Kendati tak ada perjanjian damai, Rusia dan Jepang tetap menjalin hubungan diplomatik. Namun, hal itu kerap terusik oleh wilayah yang disengketakan kedua negara. Rusia menyebut wilayah itu sebagai Kuril Selatan, sedangkan Jepang mengenalnya dengan sebutan Wilayah Utara.
Setelah Perang Dunia II, Kepulauan Kuril Selatan menjadi bagian dari Uni Soviet. Namun Jepang menentang kepemilikan Iturup, Kunashir, Kepulauan Shikotan, dan Kepulauan Habomai.
Berdasarkan Deklarasi Bersama yang disepekati pada 1956, Uni Soviet setuju untuk menyerahkan Kepulauan Shikotan dan Habomai. Itu merupakan iktikad baik Moskow untuk menjalin perdamaian dengan Tokyo.
Namun pada 1960, Jepang menandatangani perjanjian keamanan dengan AS. Hal itu membuat Soviet membatalkan niatnya untuk menyerahkan Shikotan dan Habomai kepada Jepang. Saat itu, Soviet menyatakan hanya akan memberikan pulau-pulau tersebut kepada Jepang hanya ketika semua pasukan asing ditarik dari wilayahnya.