REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh peristiwa yang disebut 'Malari' (Malapetaka Lima Belas Januari) tahun 1974, Hariman Siregar, mengatakan pembangunan ini harus memihak pada orang miskin, keadilan, dan tidak mendewakan pertumbuhan. Sebab, pembangunan itu harus dirasakan semua lapisan masyarakat.
''Jadi tuntutan pembangunan seperti itulah yang harus kita kejar pada hari ini. Pembangunan itu tidak memihak kepada pemodal asing dan tidak bisa bertumpu pada utang. Nah, soal ini sudah kami --para mahasiswa-- katakan sejak awal Orde Baru, terutama di sekitar menjelang meletusnya peristiwa Malari di tahun tersebut,'' kata Hariman di Jakarta, ketika menceritakan kembali soal sebgain isi pidatonya, pada peringatan Malari, Kamis (17/1).
Hariman mengatakan, semenjak 45 tahun silam soal arah pembangunan sudah dan terus dicermati. Kala itu modal asing mulai masuk dan mulai menjadi hegemoni negara ini. Arah pembangunan pun limbung dan terarah hanya kepada mereka yang kaya.
''Sama seperti sekarang, kami tak anti modal asing, Tapi modal asing jangan untuk hal yang remeh temeh, misalnya masuknya parbrik minuman bersoda atau mengutang untuk bayar gaji pegawai. Semua tahu itu memang kebutuhan masa kini tapi harus dicari jalan ke luar yang konkrit apa yang menjadi sebab negara ini defisit. Ingat sekaranfg defisit perdagangan Indonesia sangat besar dan terbesar sepenjang sejarah negara ini berdiri,'' kata Hariman.
Hal yang sama, lanjut Hariman, juga ada pada soal pembangunan infrastruktur. Semua sepakat negara memang harus membangunan sarana tersebut. ''Tapi di sini sering salah arah misalnya. Jalan memang perlu dibangunan, tapi bukan jalan tol. Sebab, jalan tol itu khusus untuk orang elit karena bukan untuk rakyat. Kalau untuk rakyat maka semua orang bisa naik jalan tersebut tanpa kriteria kendaraan tertentu dan tak berbayar. Itu artinya jalan untuk semua,''tegasnya.
''Ya dalam soal ini saya berharap, peristiwa Malari seharusnya menjadi bahan pelajaran bagi bangsa ini untuk merumuskan seperti apa arah pembangunan yang akan dilakukan. Sekarang di tengah situasi publik yang terbelah akibat pilpres semua itu harus ada yang memikirkan arah pembangunan dengan baik. Sebab, apa yang terjadi sekarang sebenarnya sudah kami kritisi sejak 45 tahun silam,'' tegas Hariman.