Kamis 17 Jan 2019 23:03 WIB

Houthi dan Pemerintah Bahas Teknis Pertukaran Tahanan

Kesepakatan tersebut hasil pembicaraan pimpinan PBB di Swedia, Desember 2018 lalu.

Ribuan warga Yaman mendemo milisi Houthi.
Foto: Reuters
Ribuan warga Yaman mendemo milisi Houthi.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN— Pihak-pihak yang bertikai di Yaman memulai perundingan di Amman pada Rabu (16/1) untuk membahas pelaksanaan pertukaran tahanan. 

Pertukaran tahanan tersebut akan memungkinkan berkumpulnya kembali keluarga sebagai bagaian dari upaya perdamaian yang dipimpin PBB.

Delegasi Houthi yang berhubungan dengan Iran dan pemerintah Yaman yang didukung Arab Saudi sebelumnya bertemu di ibu kota Yordania, Amman, untuk membahas pertukaran tersebut. Kesepakatan tersebut hasil pembicaraan pimpinan PBB di Swedia, Desember 2018 lalu.

"Kedua pihak bertukar daftar tahanan di Swedia dan mereka kinimembahas langkah-langkah untuk melakukannya," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada awak media di New York.

Negara-negara Barat, beberapa di antaranya memasok senjata dan intelijen untuk koalisi pimpinan Saudi yang mendukung pemerintah, telah menekan kedua pihak untuk menyepakati jalan untuk membangun kepercayaan.

Upaya itu dilakukan untuk menerapkan genjatan senjata yang lebih luas dan proses politik untuk mengakhiri peperangan yang telah menewaskan puluhan ribu orang.

Sebagai bagian dari upaya itu, kedua pihak telah bertukar sekitar 15 ribu nama tahanan untuk pertukaran, yang menurut para delegasi, akan dilakukan melalui bandara Sanaa yang dikuasai pemberontak di Yaman utara dan Bandara Sayun yang dikuasai pemerintah di selatan.

Langkah itu juga meliputi rencana untuk penarikan tentara dari Hodeida, kota pelabuhan yang diperebutkan, bantuan bagi jutaan orang yang menghadapi kelaparan, dan menempatkannya di bawah kendali entitas sementara.

Kepala Delegasi Pemerintah Yaman, Hadi Haig, mengatakan kedua pihak meverifikasi daftar tahanan sebagai bagian dari proses lima tahap sebelum pertukaran tahanan.

Pertukaran tahanan akan diawasi PBB dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC). Menurut ICRC, operasi itu akan membutuhkan jaminan kemanan wilayah udara untuk penerbangan dari koalisi pimpinan Saudi.

 

 

 

  

 

sumber : Reuters/Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement