Jumat 18 Jan 2019 17:55 WIB

Abu Bakar Baasyir Harusnya Bebas Bersyarat 23 Desember 2018

Baasyir tak pernah tandatangani dokumen apa pun terkait pembebasan.

Abu Bakar Baasyir
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Abu Bakar Baasyir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim dan kuasa hukum Ustaz Abu Bakar Baasyir, Mahendradatta, mengatakan pada tanggal 23 Desember 2018 Ustaz Baasyir sebenarnya berhak atas pelepasan bersyarat karena telah menjalani 2/3 masa hukuman dan mendapat banyak remisi. Dan selama ini dia sering dapat remisi misalnya tanggal 17 Agustus dan Idul Fitri.

Remisi pun bervariasi dari satu bulan hingga tiga bulan. ''Ini memang mungkin amnesti, tapi itu belum jelas. Soal grasi tidak mungkin karena ustaz tidak bersedia mengaku bersalah. Walau apa pun itu bentuknya saya ucapkan terima kasih. Sekarang yang penting bisa pulang dan memperbaiki kesehatannya,'' kata Mahendradatta, di Jakarta, (17/1)

Mahendra tidak bersedia menjelaskan apa dasar ustaz Basyir dibebaskan. Karena itu wewenangnya selaku kuasa hukum. Itu wewenang. ''Saya tak tidak tahu pembebasan ini politisi apa hukum. Yang penting ustaz bisa pulang.''

Mahendra mengatakan Baasyir memang tidak bersedia menandatangani dokumen apa pun yang terkait pembebasannya. Bahkan, dia mengatakan kalau dipaksa menandatangani, maka memilih tetap berada dalam penjara. ''Beliau tidak pernah mengakui bersalah. Kalau hanya soal menandatangani pelepasan, beliau bisa. Itu karena syarat teknis. Ini gak masalah. Jadi bila diartikan begitu maka akan tolak,'' katanya.

Menurut Mahendradatta, Baasyir dahulu dibawa ke persidangan dengan tuduhan mendanai pelatihan militer di Aceh. Dan ini diputuskan terbukti bersalah oleh pengadilan. ''Meski begitu kami tim pengacara menolak adanya putusan itu. Jadi itu ceritanya. Kasihan memang Ustaz Baasyir.''

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement